WHO Tak Sarankan Pemisahan Bayi dan Ibu Terinfeksi Covid-19

Arofatin Maulina Ulfa
20 Maret 2021, 12:19
WHO, Covid-19, pemisahan ibu dan bayi
ANTARA FOTO/REUTERS/Yves Herman/foc/dj
Amandine, yang teruji positif terinfeksi virus corona (COVID-19) hanya beberapa waktu sebelum melahirkan, menggunakan masker saat menggendong putrinya yang baru lahir Mahaut di ruang bersalin Rumah Sakit CHIREC Delta di Brussel, Belgia, Sabtu (25/4/2020).

Penelitian terbaru dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan pandemi Covid-19 sangat mempengaruhi kualitas perawatan terhadap bayi baru lahir yang terinfeksi virus Corona. Kondisi ini disebut berdampak pada terjadinya kematian yang tidak perlu.

Sebuah studi yang diterbitkan oleh Lancet Eclinical Medicine menyoroti pentingnya memastikan bayi yang baru lahir tetap memiliki kontak dekat dengan ibu, terutama bagi bayi dengan berat badan lahir rendah atau prematur. 

Namun, di banyak negara, bayi yang baru lahir dipisahkan dari ibunya jika diketahui terindikasi terinfeksi Covid-19. Hal ini disebut menaikkan risiko kematian dan komplikasi kesehatan.

Menurut penelitian tersebut , kondisi ini terjadi di negara-negara berkembang yang memiliki jumlah kelahiran prematur dan kematian bayi masih cukup tinggi. Terutama untuk kasus ibu dan bayi yang dilarang menjalankan metode kanguru atau skin to skin .  Alih-alih, agar tidak saling menularkan, larangan metode tersebut justru memperburuk risiko penanganan Covid-19 pada bayi.

Adapun menurut penelitian, metode  kangguru selama ini dapat menyelamatkan 125.000 nyawa bayi. Terutama untuk bayi yang lahir prematur atau berat badan lahir rendah. Di antara bayi yang lahir dengan kondisi tersebut, perawatan ibu kanguru telah terbukti mengurangi kematian bayi sebanyak 40 persen,mengurangi hipotermia lebih dari 70 persen, dan mencegah komplikasi infeksi hingga 65 persen.

Oleh karenanya, perawatan ibu kanguru melalui kontak skin to skin secara intens dan disertai pemberian ASI eksklusif sangat penting di masa pandemi seperti saat ini.

“Krisis layanan kesehatan akibat Covid-19 telah sangat mempengaruhi kualitas perawatan yang diberikan kepada beberapa bayi yang rentan, dan ini menyangkut hak mereka mendapatkan tindakan penyelamatan yang mereka butuhkan melalui orang tua mereka,” kata Dr Anshu Banerjee, Direktur Maternal, Newborn, Child and Adolescent Health and Ageing WHO. 

Kemajuan yang selama beberapa dekade ini telah dicapai dalam mengurangi kematian anak akan terancam jika kondisi ini terus terjadi.

“Kecuali kita bertindak sekarang untuk melindungi dan meningkatkan layanan perawatan berkualitas bagi ibu dan bayi baru lahir, dan memperluas cakupan intervensi penyelamatan nyawa seperti perawatan ibu kanguru,” tuturnya.

Oleh karena itu, WHO menyarankan ibu harus terus tetap bersama bayinya untuk menyusui serta melakukan kontak kulit bahkan ketika terjadi  infeksi Covid-19. WHO juga menekankan pentingnya tenaga kesehatan untuk memastikan praktik pencegahan infeksi yang tepat.

“Lebih banyak perhatian diperlukan untuk memastikan praktisi kesehatan dan pembuat kebijakan secara global sadar akan kebutuhan untuk menjaga ibu dan bayi tetap bersama di masa-masa kritis ini, terutama untuk bayi yang lahir terlalu kecil atau terlalu dini,” kata Queen Dube, Direktur Kesehatan di Kementerian Kesehatan Malawi, salah satu penulis laporan Lancet Eclinical Medicine . 

Menurutnya, perawatan Ibu Kanguru adalah salah satu cara yang paling hemat biaya untuk melindungi bayi baru lahir yang terlahir prematur dan terinfeksi.

“Perawatan ibu kanguru adalah salah satu intervensi terbaik untuk meningkatkan peluang kelangsungan hidup bayi prematur atau berat lahir rendah, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah,” tambahnya.

Adapun bukti menunjukkan pemisahan ibu dan bayi saat pandemi sudah meluas secara mengkhawatirkan. Tinjauan sistematis terhadap 20 pedoman klinis dari 17 negara selama pandemi menemukan bahwa sepertiganya menyarankan pemisahan ibu dan bayi baru lahir jika ibunya menderita Covid-19. 

Dalam survei global terhadap ribuan penyedia layanan kesehatan neonatal yang diterbitkan oleh British Medical Journal (BMJ) Global Health juga menunjukkan dua pertiga petugas kesehatan di 62 negara melaporkan bahwa mereka tidak mengizinkan ibu yang terindikasi Covid-19 melakukan kontak skin to skin dengan bayinya. Sementara hampir seperempatnya tidak mengizinkan ibu dengan Covid-19 untuk menyusui.

Penelitian ini juga melaporkan tidak ditemukan gejala Covid-19 pada bayi baru lahir yang terinfeksi Covid-19 dan memiliki risiko kematian neonatal yang rendah. Studi baru ini memperkirakan bahwa risiko bayi baru lahir yang tertular Covid-19 berdampak kurang dari 2.000 kematian.

Namun, infeksi Covid-19 selama kehamilan dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur. Sehingga lebih penting lagi untuk memastikan perawatan yang tepat diberikan untuk mendukung bayi prematur dan ibu selama pandemi Covid-19.

Adapun menurut penelitian, 15 juta bayi lahir sebelum 37 minggu setiap tahun dan 21 juta lahir dengan berat badan lahir rendah di bawah 2,5kg. Bayi dengan kriteria ini menghadapi risiko kesehatan yang signifikan di antaranya kecacatan, keterlambatan perkembangan dan infeksi. Sementara komplikasi terkait prematur adalah penyebab utama kematian bayi baru lahir dan anak di bawah 5 tahun.

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...