Istana Tantang Prabowo Buka-bukaan Data Penggelembungan Dana LRT
Pihak Istana Kepresidenan menantang Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk menunjukkan klaim datanya yang menyebut terjadi penggelembungan dana dalam pekerjaan proyek Light Rail Transit (LRT) Palembang.
Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan persoalan data ini penting lantaran apabila tidak valid maka pernyataan Prabowo dapat dikategorikan memfitnah pemerintah. Masyarakat bisa menilai sendiri kebenaran data yang dipaparkan Prabowo.
"Saya menantang umpamanya mas Bowo (Prabowo) punya data yang benar dan kesimpulannya ada mark up, berikan data ke saya," kata Ngabalin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/6).
Beberapa hari lalu Prabowo sempat menyaatakan adanya mark up proyek LRT Palembang. Dia mengacu indeks pembangunan LRT dunia yang mencapai US$ 8 juta per kilometer dan membandingkan nilai proyek kereta ringan Palembang yang mencapai Rp 12,5 triliun. Menurutnya pemerintah menghabiskan US$ 40 juta per kilometer untuk pembangunan proyek tersebut.
"Pikirkan saja mark up yang dilakukan pemerintah untuk 1 kilometer," kata Prabowo di Palembang.
Ngabalin berharap data yang didapatkan Prabowo merupakan data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dirinya khawatir data tersebut nantinya malah memojokkan mantan Danjen Kopassus tersebut lantaran tidak valid. "Apalagi karena pernyataan ini keluar dari tokoh seperti mas Bowo," kata Ngabalin.
(Baca: 7 Investor Tiongkok dan Korea Berminat Garap Proyek LRT Ratu Prabu)
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengklaim nilai proyek LRT Palembang yang dikerjakan pemerintah lebih kecil dibandingkan proyek serupa di negara lain. Apalagi dengan memperhitungkaan besaran harga infrastruktur ini juga mengacu struktur konstruksi melayang.
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, perlu biaya US$ 37 juta untuk membangun LRT Palembang sepanjang 23,4 kilometer. Angka tersebut lebih murah ketimbang pekerjaan proyek LRT Manila Line 1 di Filipina, sepanjang 23 kilometer yang memakan dana US$ 70 juta per kilometer. Sedangkan pembangunan Kelana Jaya Line (Kuala Lumpur) sepanjang 34,7 kilometer memerlukan dana US$ 63 juta tiap kilometernya.
"Nilai yang kami bangun untuk pengerjaan proyek LRT elevated (melayang) yang lebih murah dari negara lain," ujar Luhut.