Aturan Baru Harga Acuan Ayam dan Telur Diberlakukan Mulai 1 Oktober

Michael Reily
27 September 2018, 12:15
Telur Ayam Negeri
Arief Kamaludin | Katadata

Kementerian Perdagangan mengubah peraturan harga acuan ayam dan telur dari yang sebelumnya tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 Tahun 2018. Perubahan itu dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi peternak yang tengah  mengalami kenaikan biaya produksi telur dan ayam seiring dengan melonjaknya harga pakan, sementara harga jual  keduanya anjlok karena pasokannya berlebih. 

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan perubahan regulasi juga bertujuan untuk mencegah peternak melakukan afkir dini yang berpotensi mengganggu pasokan ayam dan telur. “Harga acuan baru berlaku mulai 1 Oktober, kami sedang siapkan Permendag-nya,” kata Enggar di Jakarta, Rabu (26/9).

Advertisement

Dalam Permendag 58/2018, harga tingkat petani untuk batas bawah telur dan daging ayam Rp 17 ribu per kilogram dan batas atas Rp 19 ribu per kilogram. Namun dalam peraturan yang baru, harga batas bawah telur akan diubah menjadi Rp 18 ribu per kilo gram untuk telur dan Rp 20 ribu per kilogram untuk ayam.

(Baca : Menko Darmin Sebut Harga Ayam dan Telur Stabil dalam Waktu Tiga Bulan)

Sementara untuk harga di tingkat konsumen jika dalam Permendag sebelumnya, harga  telur Rp 22 ribu per kilogram dan daging ayam Rp 32 ribu per kilogram, dalam peraturan baru itu nantinya akan diubah menjadi Rp 23 ribu per kilogram untuk telur dan  Rp 34 ribu per kilogram untuk harga daging ayam.

Menurutnya, kebijakan kenaikan harga acuan juga telah mempertimbangkan sumbangan harga kedua komoditas kepada inflasi.

Enggar juga meminta supaya Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) untuk membeli kedua barang dengan  harga acuan yang baru.  “Kami telah menetapkan Aprindo untuk membeli dengan harga tidak di bawah acuan,” ujarnya.

Namun demikian, pemerintah akan melihat kondisi dan situasi harga di lapangan dengan masukan dari para pelaku usaha, sehingga  penerapan peraturan tersebut akan bersifat fleksibel. Alasannya, perubahan harga yang drastis juga bisa membuat peternak kesulitan.

Sementara itu, Ketua Pinsar Petelur Nasional Jawa Tengah Suwardi mengakui adanya peningkatan harga produksi karena sedikitnya ketersediaan jagung sebagai komponen pakan ternak terbesar. Harga bahan baku  semakin tinggi karena peternak berebut pasokan jagung dengan pengusaha pabrik pakan ternak.

Suwardi menyebut harga jagung bisa mencapai Rp 4.900 per kilogram, padahal harga acuannya hanya Rp 4.000 per kilogram. “Kami minta pemerintah sediakan jagung karena kami sulit bersaing dengan pabrik,” katanya.

(Baca : Lagi, Telur dan Ayam Sumber Inflasi Juli 2018)

Menurutnya, terbatasnya pasokan jagung untuk bahan baku ternak lantaran ada kegagalan panen jagung di Jawa Tengah yang bisa mencapai 60% pada semester I. Selanjutnya, ada pula kegagalan 50% karena musim kering pada panen semester II. Terlebih, pembagian bibit jagung dari Kementerian Pertanian juga tidak tersalurkan dengan baik.

Ketua Peternakan dan Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J. Supit menjelaskan perubahan harga diharapkan  membuat daya beli peternak bisa kembali meningkat. Terlebih dengan kondisi  pasokan ayam dan telur sedang berlebih tetapi ongkos produksinya naik.

Menurut perhitunganny, kebutuhan jagung untuk produksi pakan ternak selama setahun diperkirakan sebesar 8 juta ton jagung, tetapi jumkah yang tersedia diari dalam negeri diperkirakan hanya sekitar 5 juta ton. Akibatnya masih ada kekurangan sekitar 3 juta ton.

“Sejak impor jagung ditutup tahun 2016, kami alihkan ke gandum,” kata Anton.

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement