BEI Cari Cara Tingkatkan Valuasi Start Up Agar Dapat IPO
Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan fokus mereka pada perusahaan rintisan (start-up) agar dapat melantai di pasar saham adalah soal valuasi sahamnya. Itu karena perhitungan valuasi saat ini tidak mengakomodasi perkembangan perusahaan start-up untuk go public karena hanya memperhitungkan kinerja keuangan.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, keberhasilan sebuah perusahaan start-up tidak hanya dilihat dari kinerja keuangannya saja, seperti seberapa besar keuntungannya, namun lebih pada potensi akselerasi ke depannya dan kemungkinan pengembangan perusahaan.
"Misalnya, jumlah pihak yang bergabung, karena semakin banyak pihak yang bergabung, maka makin banyak yang bisa diutilisasi ke depan," kata Nyoman di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (18/1).
Seperti diketahui, perhitungan valuasi saham saat ini salah satunya dengan menghitung kinerja perusahaan secara finansial. Sedangkan, start-up bisa dinilai tidak hanya dari keuntungan saja, karena bagi investor yang konsen pada start-up, mereka melihat prospek start-up tersebut pada masa mendatang.
(Baca: Dorong Startup Masuk Bursa, BEI Siapkan Papan Akselerasi)
"Mereka juga mempertimbangkan pengembangan dari aspek lainnya seperti dari segi layanannya ataupun dari pembayaran karena ada perbedaan karatekristik start-up dengan perusahaan lain. Itu yang dilihat oleh para pihak yang melakukan valuasi untuk start-up," jelas Nyoman.
Menurut aturan yang berlaku saat ini, batas minimal aktiva berwujud bersih atau net tangible assets (NTA) untuk dapat go public sebesar Rp 5 miliar berpotensi menjadi penghalang bagi start-up untuk melantai di bursa. Menurut Nyoman, banyak start-up yang NTA-nya tidak sampai pada minimal persyaratan tersebut.
Namun, masih ada pintu lain yang bisa dimanfaatkan untuk mempermudah start-up menjadi perusahaan terbuka atau emiten, yaitu dengan memanfaatkan papan akselerasi. Jika tidak mencapai syarat minimum NTA sebesar Rp 5 miliar, perusahaan start-up masih bisa masuk ke papan akselerasi jika telah memiliki pendapatan dan/atau kapitalisasi pasar tertentu.
Nyoman mengatakan, jika NTA tidak sampai Rp 5 miliar, maka jalan lain untuk masuk pasar modal perusahaan start up harus memiliki nilai kapitalisasi pasar Rp 40 miliar. Dia menambahkan, untuk penghitungan kapitalisasi pasar pada start-up, menggunakan harga saham pada saat start-up tersebut masuk tahapan penawaran umum. Ada pun, minimal harga saham saat penawaran umum senilai Rp 100 per lembar saham.
(Baca: Rudiantara Kembali Ingatkan Startup Unicorn untuk Segera IPO)
Seperti diketahui, saat ini ada dua papan yang diterapkan pada pasar modal. Pertama, papan utama yang mensyaratkan perusahaan tercatat minimal harus beroperasi pada bisnis utamanya selama 36 bulan dan sudah membukukan laba usaha selama satu tahun buku terakhir.
Laporan keuangan perusahaan tersebut harus diaudit minimal 3 tahun terakhir dengan minimal 2 tahun di antaranya mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Adapun jumlah saham yang ditawarkan kepada publik minimal 300 juta saham.
Kedua, yaitu papan pengembangan, di mana BEI mensyaratkan perusahaan yang akan mencatatkan sahamnya sudah beroperasi pada bisnis utamanya selama 12 bulan. Perusahaan boleh belum membukukan laba. Namun, dalam proyeksi kinerja keuangan pada akhir tahun kedua sudah memperoleh laba. Laporan keuangannya pun harus sudah diaudit 12 bulan terakhir. Jumlah saham yang ditawarkan ke publik minimal 150 juta lembar saham.
Di kedua papan tersebut, BEI juga mensyaratkan perusahaan melepas 20% dari total saham, untuk perusahaan dengan aset di bawah Rp 500 miliar. Perusahaan dengan aset Rp 500 miliar-Rp 2 triliun minimal melepas 15% sahamnya. Sementara itu, perusahaan dengan aset di atas Rp 2 triliun minimal melepas 10% dari total saham.