Produsen Baja asal Korsel Bakal Investasi Rp 42 T di Krakatau Steel
Silmy mengatakan bahwa pemerintah perlu mengeluarkan regulasi baru untuk mempertahankan produk baja nasional. Sebab, baja berada di urutan ketiga komoditas yang dapat menekan neraca perdagangan Indonesia.
(Baca: Krakatau Steel Cetak Rekor Baru Produksi Baja Lembar Panas)
Dia pun menceritakan penyebab tumbangnya industri baja dalam negeri yang berawal dari adanya perjanjian perdagangan bebas melalui ASEAN-China Free Trade Area pada 2010. Selain itu, ada kecurangan dalam perdagangan, seperti mengelabui kode barang (circumvention) sehingga importir terbebas dari bea masuk.
Hal ini menyebabkan konsumsi baja nasional jauh tertinggal dari negara-negara tetangga. Singapura dan Malaysia, misalnya, konsumsi bajanya berkisar 300 kilogram (kg) per kapita per tahun, sedangkan Korea Selatan mencapai 1.100 kg per kapita per tahun. Sementara Indonesia hanya 50 kg per kapita per tahun.
Oleh karena itu, dia berharap regulasi baru dapat meningkatkan konsumsi baja nasional, dan dengan demikian Krakatau Steel bisa memperbaiki kondisi likuiditasnya. "Potensi pasar dalam negeri ada, tapi siapa yang menikmati potensi ini, apakah impor atau lokal?," kata dia.
(Baca: Krakatau Steel Ekspor Baja ke Australia 60 Ribu Ton per Tahun)