Terengah-Engah Pemerintah Capai Lifting Minyak

Image title
1 Oktober 2020, 15:24
lifting minyak, skk migas, blok migas, lifting terbesar
123RF.com/sergeiminsk
Ilustrasi. Produksi siap jual atau lifting minyak kerap mengalami penurunan karena eksplorasi yang minim dan mengandalkan lapangan tua.

Dari 13 wilayah kerja itu, pemerintah telah mengantongi dana komitmen kerja pasti atau KKP. Dana ini untuk meningkatkan produksi jangka panjang, terutama program penemuan cadangan baru dan program peningkatan produksi melalui enhance oil recovery (EOR).

SKK Migas sebelumnya memprediksi lifting minyak Indonesia akan terus menurun hingga 2030. Dari kisaran 700 ribu barel minyak per hari saat ini menjadi hanya 281 ribu barel per hari pada tahun tersebut.

Penurunannya terjadi karena eksploitasi saat ini kebanyakan sumur minyak tua. Karena itu diperlukan teknoogi EOR untuk memaksimalkan pengurasan sumber minyak hingga ke permukaan. Prediksinya dengan EOR, angka lifting dapat naik menjadi 520 ribu barel per hari di 2030.

Berdasarkan catatan SKK Migas, dana KKP saat ini telah mencapai US$ 1,16 miliar. Komposisi penggunaannya sebesar 67% program eksplorasi dan 33% persen untuk EOR.

Untuk program eksplorasi dananya terdiri dari kegiatan studi geologi dan geofisika (G&G) sebesar US$ 10,6 juta, seismik dua dimensi atau tiga dimensi sebesar US$ 205,2 juta, dan pengeboran sumur eskplorasi US$ 567 juta. Total kebutuhan uangnya mencapai US$ 782,7 juta.

Kemudian, untuk program EOR dana terdiri dari dua studi EOR dan sembilan EOR pilot atau trial. Anggarannya masing-masing US$ 4 juta dan US$ 382 juta, sehingga totalnya US$ 386,8 juta. "Mudah-mudahan ini bisa mendorong ekplorasi ke depan," katanya.

Dwi menyebut produksi minyak bakal meningkat seiring dengan bertambahnya program pengeboran. Per 25 September pengeboran sumur pengembangan mencapai 268 sumur dan bakal naik menjadi 618 sumur di 2021 dan terus bertambah menajadi 760 sumur di 2022.

Investasi hulu migas harapannya juga dapat membaik dalam dua tahun mendatang pasca babak belur dihantam Covid-19. Hingga Agustus 2020, realisasi investasi hulu migas angkanya di US$ 6,12 miliar. Karena itu, perkiraannya hingga akhir tahun mencapai US$ 11,2 miliar. Kemudian, tahun depan investasi harapannya bertambah menjadi US$ 12,3 miliar dan pada 2022 menjadi US$ 13,9 miliar.

Andalkan Blok-Blok Besar

Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto berpendapat produksi blok besar akan sangat menentukan angka lifting nasional. Di lapisan teratas saat ini adalah Blok Cepu, Blok Rokan, Blok Mahakam, Blok Tangguh, dan Blok Corridor.

Lalu, di lapisan berikutnya ada Blok ONWJ, Blok Southeast Sumatera (SES), dan Blok Natuna. Produksi di semua wilayah operasi Pertamina EP juga penting kontribusinya. "Karena porsinya bisa mencapai 10 hingga 15% dari produksi nasional," kata dia.

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal Husin berpendapat Blok Rokan sangat berpengaruh terhadap produksi minyak nasional. Namun, kontribusi Pertamina EP juga tidak bisa dianggap kecil. Perusahaan memiliki wilayah kerja sekitar 113 ribu kilometer persegi dengan produksi 80 ribu barel minyak per hari.

Sebagai perbandingan, Blok Rokan dengan luasan 6.400 kilometer persegi produksinya sekarang hampir 200 ribu barel minyak per hari. Masih banyak area di blok migas tersebut yang belum dimanfaatkan. "Cadangan migas yang cukup signifikan di struktur yang lebih dalam belum banyak kita eksplorasi dan produksi," katanya.

Blok migas
Ilustrasi blok migas. (Katadata)

Sulitnya Terapkan EOR

Meskipun SKK Migas telah mengalokasikan dana program EOR mencapai US$ 368,8 juta, tapi implementasinya masih lambat. Menurut Moshe, banyak KKKS telat untuk merencanakan program tersebut. Padahal, program ini sebaiknya direncanakan sejak pengajuan rencana pengembangan atau PoD pertama. Dengan begitu, penerapannya tak perlu menunggu produksinya menurun.

Dengan lapangan-lapangan yang sudah tua dan sudah di tahap secondary recovery, Indonesia membutuhkan teknologi EOR yang murah dan mudah diimplementasikan. Misalnya, teknologi organic oil recovery (OOR) yang sudah terbukti sukses di banyak negara. "Cocok di lapangan-lapangan besar termasuk di lapangan Pertamina," kata dia.

Apalagi, teknologi ramah lingkungan itu dapat diimplementasikan di harga minyak US$ 20 per barrel. Hal ini terbukti di lapangan lepas pantai Laut Utara yang biayanya OOR-nya hanya US$ 6 per barel.

Penerapan EOR, menurut Pri Agung, tidak melulu soal keekonomian. Pasalnya, keekonomian EOR juga dinamis sebagaimana pergerakan harga minyak dunia. Teknologi ini memerlukan proses yang memakan waktu hingga feasible, baik secara teknis dan pertambahan jumlah produksinya (recovery factor).

Karena itu, dalam konteks target lifting nasional, EOR menjadi kurang relevan dan tidak menarik untuk dilakukan. “Targetnya tahunan atau jangka pendek, sementara EOR konteks jangka menengah ke panjang," katanya.

Saat dikonfirmasi mengenai hal itu, Julius justru mendorong KKKS melakukan uji coba EOR skala lapangan. Apabila berhasil, penerapannya secara penuh dapat terealisasi. “Jangan pilot project melulu ya. Kalau uji coba berhasil, maka langsung dapat skala penuh,” ucapnya.

Teknologi EOR digadang-gadang bisa mendongkrak produksi minyak. Chevron telah melakukan uji coba teknologi tersebut dengan menginjeksi bahan kimia ke sumur minyak di Lapangan Minas. Hasilnya, terdapat potensi produksi minyak hingga 100 ribu barel per hari.

Dengan asumsi tersebut, pada 2024, produksi Blok Rokan seharusnya bisa meningkat. Perkiraan target produksinya sekitar 500 ribu barel per hari, sesuai dengan proposal Pertamina ke pemerintah.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...