Manuver Baru untuk Freeport demi Melawan Dominasi Baterai Tiongkok

Image title
1 Desember 2020, 19:46
Freeport, smelter, tsingshan, weda bay, morowali, nikel, tembaga, luhut binsar pandjaitan, baterai, kendaraan listrik
123RF.com/Chutima Chaochaiya
Ilustrasi. Pemerintah dan PT Freeport Indonesia berencana memindahkan pembangunan smelter tembaga dari Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur ke Kawasan Industri Weda Bay, Halmahera, Maluku Utara.

Pangsa pasar perusahaan yang berdiri pada 2011 itu mencapai 27,9% secara global. CATL memasok baterai untuk Tesla, Daimler AG, BMW, dan Toyota. 

Selain nikel, pmbuatan baterai lithium juga bergantung pada bahan utama lainnya, yaitu grafit. Mineral ini biasanya ditemukan pada ujung pensil. Pada 2019, Tiongkok memproduksi lebih dari 60% grafit dunia. Artinya, Beijing dapat menetapkan harganya.

Begara lain sulit mengejar posisi tersebut. Bahkan Amerika Serikat diperkirakan butuh 20 hingga 30 tahun untuk menyusul Tiongkok.

Komoditas tambang lainnya yang tak kalah penting adalah kobalt. Mineral ini banyak dipakai dalam kendaraan listrik dan peralatan elektronik.

Tiongkok haya memiliki cadangan kobalt 1% secara global. Yang terbesar, mencapai 60% cadangan dunia, adalah Republik Demokratik Kongo. Sebanyak delapan dari 14 tambang kobalt di negara Benua Afrika itu milik perusahaan Tiongkok. 

Pada 2016, Freeport-McMoran Inc menjual tambang kobaltnya di Republik Demokratik Kongo kepada China Molybdenum. Nilai transaksinya mencapai U$ 2,65 miliar. 

Yang tak kalah krusial adalah mineral lithium. Lagi-lagi, Tiongkok tak punya pasokan banyak tapi menguasai 51% cadangan di dunia. Tambang lithium besar di Australia dan Chile telah dikuasai perusahaan Negeri Tembok Raksasa. 

freeport-indonesia-proses-penambangan.jpg
Ilustrasi tambang PT Freeport Indonesia.  (KATADATA/)

Ingkar Janji Freeport

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno belum mempelajari rencana pembangunan smelter Freeport dan Tsingshan Steel. Namun, pihaknya  menyambut positif jika rencana tersebut terealisasi.  

Rencananya, DPR akan mengadakan pertemuan pada pekan depan terkait proyek tersebut. “Kami akan mendalami lebih lanjut rencana inevstasi di Weda Bay tersebut di dalam RDP Komisi VII," kata dia.

Pakar Hukum Pertambangan Ahmad Redi mengatakan dalam kesepakatan awal atau HoA dengan pemerintah, Freeport diberi perpanjangan IUPK asalkan membangun smelter. Secara hukum, apabila hal itu tidak terealisasi, maka perusahaan terbukti melanggar hukum.

Pemerintah perlu kosisten memastikan rencana tersebut terwujud. Freeport pun harus berkomitmen melaksanakan kewajibannya. 

Pada 2014, Freeport sempat melaporkan progres pembangunan pabrik permuniannya untuk mendapatkan izin ekspor. “Tiba-tiba mereka tidak jadi membangun di Gresik. Ini bentuk manipulasi, hanya untuk mendapatkan izin ekspor konsentrat saja,” ujar Ahmad. 

Direktur Center for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) Budi Santoso sejak awal menyarankan supaya pembangunan smelter tidak harus dikerjakan oleh Freeport. Tetapi ada saja pihak-pihak yang selalu menekan supaya perusahaan yang membangun karena dapat dipergunakan sebagai alasan perpanjangan. 

Proyek itu memang memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional. Namun, pemerintah sebenarnya telah kalah dalam bernegosiasi. “Ketidakmampuan Freeport membangun smelter seharusnya menjadi alasan pemerintah untuk tidak memperpanjang kontrak," katanya.

Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesia Mining Association (IMA) mengtakan kerja sama Freeport dengan Tsingshan merupakan penyelesaian masalah hilirisasi tembaga. "Pak Tony Wenas (Direktur Utama Freeport Indonesia) sudah mengatakan kepada kami, tapi tidak menyebutkan nama perusahaannya dari Tiongkok," kata Pelaksana Harian Direktur Eksekutif IMA Djoko Widajatno.

Kondisinya saat ini membangun smelter tembaga sangat sulit. Amman Mineral, Djoko mengatakan, sedang mengkaji proyek serupa. Perusahaan diperkirakan dapat merugi. Pasalnya, biaya perawatan dan pemurnian alias treatment charge and refining charge (TCRC) sebagai sumber penghasilan utama smelter tembaga sangat rendah.

tambang freeport
Ilustrasi tambang PT Freeport Indonesia. (www.npr.org)

Plus-Minus Opsi Pembangunan Smelter Tembaga Freeport

Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia Rizal Kasli mengatakan saat ini sudah ada empat opsi untuk membangun smelter Freepor. Opsi pertama, membangun terpisah dengan PT Smelting. Kapasitasnya 2 juta ton per tahun. 

Progres pembangunannya baru 5,86% pada 2020. Freeport berpendapat opsi ini tidak menguntungkan perusahaan. Masa operasi pabrik terlalu pendek untuk investasi sebesar US$ 2,5 miliar hingga US$ 3 miliar. 

Lalu, muncul opsi kedua, yaitu ekspansi produksi PT Smelting sebesar 300 juta ton per tahun dan tetap ekspor 2,7 juta ton. Pilihan ini tidak sesuai amanah undang-undang. “Sebagian besar konsentrat masih tetap diekspor dan akan menimbulkan polemik berkepanjangan dalam negeri,” ucapnya. 

Opsi ketiga, bekerja sama dengan Tsingshan membangun smelter di Weda Bay dengan kapasitas 2 juta ton. Menurut Rizal, pilihan ini lebih cocok karena waktu penyelesaian yang pendek. 

Apalagi untuk pabrik pemurnian nikel di sana memakai teknologi hydrometallurgy. Teknologi ini membutuhkan asal sulfat yang biasa ditemukan pada smelter tembaga pada proses produksinya. “Kondisinya  akan menguntungkan proyek smelter nikel dan biaya angkut yang lebih murah," kata Rizal. 

Terakhir, ekspansi Smelting sebesar 300 juta ton per tahun dan Freeport membangun smelter baru sebesar 1,7 juta ton per tahun. Opsi ini dapat mengurangi biaya belanja modal perusahaan. Namun, perlu kajian lebih lanjut. “Baik dari segi kebutuhan capex dan lama produksinya,” ucapnya. 

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...