Bahlil: Aturan Kenaikan Tarif Royalti Minerba Rampung, Tinggal Tunggu Kepmen

Ringkasan
- PT Trimegah Sekuritas memproyeksikan bahwa sektor batu bara akan mengalami kecerahan pada tahun 2025 karena adanya peningkatan permintaan dari negara-negara yang memasuki musim dingin, dan prospek saham di sektor ini bisa semakin meningkat jika pemerintah memutuskan untuk menurunkan tarif royalti batu bara.
- Emiten-emiten seperti PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), dan PT Indika Energy Tbk (INDY) akan sangat diuntungkan jika pemerintah menurunkan tarif royalti batu bara, di mana royalti adalah pembayaran kepada pemerintah sebagai kompensasi untuk penambangan sumber daya mineral.
- Tarif royalti batu bara di Indonesia ditentukan berdasarkan harga batu bara acuan (HBA) dengan variasi tarif mulai dari 17% hingga 28% tergantung pada kisaran harga HBA. Beberapa emiten besar di sektor batu bara telah mengungkapkan harapan mereka agar pemerintah meninjau ulang dan potensial menurunkan tarif royalti untuk meringankan beban dan meningkatkan laba perusahaan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa regulasi terkait kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) telah rampung direvisi.
Kebijakan ini dituangkan melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian ESDM, serta PP Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.
Enam komoditas yang akan mengalami perubahan tarif royalti meliputi batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan timah.
“PP-nya sudah selesai (revisi) kalau tidak salah, tinggal menunggu Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM saja,” ujar Bahlil saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Kamis (27/3).
Menurut Bahlil, kenaikan tarif royalti akan memberikan tambahan pendapatan bagi negara, terutama melalui perubahan pada PP Nomor 26 Tahun 2022. Kebijakan ini dirancang untuk menciptakan keseimbangan yang adil antara negara dan pelaku usaha.
“Artinya, kalau harga komoditas naik, baik nikel, batu bara, emas, maka sudah sepantasnya dan sangat wajar negara juga mendapatkan pendapatan lebih. Tapi kalau harganya turun kami juga membuat range agar pengusaha tidak kami beratkan,” kata Bahlil.
Ia menegaskan bahwa kebijakan ini menjadi win-win solution bagi pemerintah dan pelaku usaha.
Evaluasi Berdasarkan Laporan Keuangan Perusahaan
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Tri Winarno mengatakan bahwa sebelum menetapkan kenaikan tarif, pemerintah telah melakukan evaluasi berdasarkan laporan keuangan dua tahun berturut-turut dari sejumlah perusahaan.
“Pada saat evaluasi dilakukan, tidak menunjukkan adanya potensi perusahaan akan mengalami kolaps atau negatif cash flow-nya,” kata Tri saat ditemui di Kementerian ESDM, Senin (24/3).
Tri juga berharap agar pelaku usaha mendukung kebijakan ini. “Negara kita kebetulan cash flow-nya rendah dibandingkan negara lain. Jadi harapan saya kepada teman-teman, mari bersama mendukung,” ucapnya.