Moratorium Sawit Perbaiki Tata Kelola dan Genjot Produktivitas

Image title
Oleh Tim Publikasi Katadata - Tim Publikasi Katadata
5 Desember 2019, 15:48
Produksi Minyak Sawit Indonesia
ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA

Moratorium sawit ini menjadi kesempatan petani swadaya meningkatkan kapasitas produksi demi kesejahteraan. Menurut data Kementerian Pertanian, luas lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola petani skala kecil di Indonesia hampir 5 juta hektare. Umumnya, petani swadaya mengelola lahan sawit seluas empat hektare dengan tingkat produksi antara 12 ton –16 ton per hektare per tahun.

Pendampingan dan peningkatan kesejahteraan petani  dilakukan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), termasuk membina petani plasma dan petani swadaya. Kebun-kebun plasma di bawah GAPKI juga dibina agar bisa segera mendapat sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai bukti bahwa petani juga bisa mendapatkan sertifikat perkebunan berkelanjutan.

Tak hanya itu, biodiesel sawit diyakini menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih kecil dibandingkan penggunaan solar, dan mengurangi polusi. Selain lebih ramah lingkungan, biodiesel menjadi harapan untuk mengurangi ketergantungan impor bahan bakar.

Sepanjang 2018 biodiesel sawit Indonesia telah berhasil mengurangi emisi dari minyak solar sebesar 27 persen atau setara dengan 10,58 juta ton CO2. Pengurangan emisi tersebut sejalan dengan komitmen Indonesia yang menargetkan pengurangan emisi dalam Nationally Determined Contributions UNFCCC sebesar 26 persen pada tahun 2020 dan sekitar 29 persen pada 2030.

Moratorium Hutan Permanen

Ditekennya Inpres 8/2018 tidak semata-mata berdiri sendiri. Menurut Deputi I Perencanaan dan Kerja Sama Badan Restorasi Gambut (BRG)  Budi Satyawan Wardhana, inpres itu mengacu pada inpres-inpres sebelumnya termasuk inpres moratorium pembukaan hutan primer dan lahan gambut. Ditambah dengan moratorium yang permanen bagi hutan dan gambut lewat Inpres Nomor 5 tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.

Sebelumnya, moratorium itu diperbarui setiap dua tahun sejak 2011. Pemberlakuan moratorium secara permanen mempertimbangkan luasan lahan yang relatif stabil, berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB). Luas hutan primer menurut peta indikatif ini adalah 66 juta hektare.

Dengan tidak diberikannya izin-izin baru dan evaluasi terhadap perizinan yang berada di lahan gambut, inpres baru ini bisa dianggap mengurangi beban kerja Badan Restorasi Gambut (BRG).

“Kami sebenarnya mengambil manfaat dari adanya Inpres no. 5/2019 ini, mengurangi area yang BRG harus lakukan untuk memastikan percepatan restorasi bisa berjalan,” kata Budi saat ditemui tim Katadata, 18 September 2019. Menurut Budi, tidak semua lahan gambut mendukung sawit.

Setidaknya ada dua alasan mengapa gambut tak cocok bagi perkebunan kelapa sawit. Pertama, kelapa sawit secara alamiah tidak tumbuh di lahan basah seperti gambut Indonesia. Kedua, walau untuk hidup membutuhkan air yang cukup banyak, kandungan air di lahan gambut bukan untuk kondisi pertumbuhan sawit sebab tingginya tingkat keasaman dan rendahnya nutrisi air di lahan gambut.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...