Diskriminasi Sawit, RI Duga Uni Eropa Ingin Tekan Defisit Dagang

Rizky Alika
25 Maret 2019, 18:02
Buah Sawit
ANTARA FOTO/Akbar Tado
Pekerja memperlihatkan biji buah sawit di salah satu perkebunan sawit di Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi barat, Sabtu (25/3). Menurut pedagang pengepul di daerah tersebut, harga sawit mengalami penurunan dari harga Rp1.400 menjadi Rp1.000 per kilogram akibat kualitas buah tidak terlalu bagus.

(Baca: Marak Dikecam, Uni Eropa Rilis Pembelaan soal Aturan Biodiesel Sawit)

Sebelumnya, Uni Eropa merilis pembelaan soal larangan tersebut. Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Guerend mengatakan Uni Eropa memastikan keberlanjutan program bioenergi. Mereka juga berkomitmen memenuhi target energi dan iklim pada 2020 dan 2030. 

Dalam REDII juga disebutkan bahwa mulai Januari 2024, akan ada pengurangan bertahap penggunaan biofuel dari jenis bahan baku tertentu. Untuk mengimplementasikan arahan ini, Komisi Eropa bahkan telah meloloskan regulasi turunan (delegated act) pada 13 Maret.

Terkait kebijakan tersebut, dia berdalih tidak ada bahan baku tertentu yang dilarang sebagai bahan baku biodiesel. "Semua minyak nabati diperlakukan setara. Minyak sawit tidak diperlakukan sebagai bahan bakar nabati yang buruk," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (21/3).

Kebijakan Komisi Eropa yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai minyak nabati berisiko tinggi dan tidak berkelanjutan menuai protes keras dari pemerintah dan kalangan pengusaha sawit. Keputusan ini dituding bermuatan politis, lantaran mengeluarkan minyak sawit dari mandat biofuel Uni Eropa, guna memproteksi minyak nabati lainnya.

(Baca: Uni Eropa Tunggu Gugatan Diskriminasi Sawit RI di WTO)

"Tidak ada keraguan (kebijakan sawit Uni Eropa) ini diskriminatif, dengan latar belakang proteksionisme yang kemudian dibungkus dengan berbagai bahan ilmiah," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

Ia menyatakan pemerintah akan menempuh langkah perlawanan terhadap diskriminasi sawit, salah satunya membawa perselisihan tersebut ke meja WTO. "Selain langsung ke WTO, kami juga bisa retaliasi. Memangnya kenapa, kalau dia sepihak, masa kita tidak bisa lakukan sepihak," kata dia.

Menurutnya, minyak sawit merupakan komoditas yang sangat penting bagi Indonesia, terutama dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan membuka lapangan pekerjaan. Saat ini,  industri kelapa sawit menyerap 7,5 juta orang secara langsung dan ditambah 12 juta orang secara tidak langsung.

Sementara dari sisi perdagangan, kelapa sawit merupakan komoditas yang sangat penting bagi Indonesia. Ini tercermin dari nilai kontribusi ekspor Crude Palm Oil (CPO) pada 2018 senilai US$ 17,89 miliar. Industri ini berkontribusi hingga 3,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...