Kasus Impor Garam, Ini Kata Kemenperin Soal Abaikan Rekomendasi KKP

Tia Dwitiani Komalasari
10 Oktober 2022, 10:33
Petani memanen garam di Desa Tambak Cemandi, Sedati, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (27/8/2022).
ANTARA FOTO/Umarul Faruq/wsj.
Petani memanen garam di Desa Tambak Cemandi, Sedati, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (27/8/2022).

Kementerian Perindustrian atau Kemenperin buka suara soal pernyataan mantan Menteri Keluatan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti terkait Kementeran Perindustrian yang mengabaikan rekomendasi impor garam dari KKP. Susi dipanggil sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi impor garam industri tahun 2018, Jumat (7/10)

Dalam pemeriksaan tersebut, Susi mengatakan bahwa KKP hanya memberikan rekomendasi kuota impor garam 1,82 juta ton pada 2018. Namun Kemenperin malah memberikan rekomendasi 3,16 juta ton kuota impor garam pada 2018.

Menanggapi hal itu, Juru Bicara Kementerian Perindustrian sekaligus Staf Khusus Menteri Perindustrian Bidang Pengawasan Febri Hendri Antoni Arif mengatakan bahwa kemenperin menghitung kebutuhan garam sebagai bahan baku dan bahan penolong bagi sektor industri. Hal itu berdasarkan surat pengajuan dari asosiasi industri maupun survei bersama kementerian dan lembaga terkait.

Dia mengatakan, penetapan kuota impor juga dilakukan melalui pembahasan lintas kementerian dan lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Kuota impor garam juga ditetapkan melalui koordinasi dengan Bareskrim POLRI dan melakukan rapat terbatas dengan Wakil Presiden.

“Artinya, penetapan kebutuhan impor garam untuk industri sudah transparan dan sesuai prosedur, dan menggambarkan kebutuhan sektor industri manufaktur secara keseluruhan, baik yang membutuhkan garam dari impor maupun dari lokal seperti sektor industri tekstil, penyamakan kulit, dan lainnya,” kata Febri dalam keterangan tertulis Senin (10/10).

Dia mengatakan, hal itu misalnya tercermin dalam rekomendasi dari Kemenperin maupun Persetujuan Impor (PI) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan sebesar 3,16 juta ton pada tahun 2018. “Jadi, di bawah angka kebutuhan 3,7 juta ton. Sedangkan realisasi impor pada tahun 2018 itu sebesar 2,84 juta ton,” ungkap Febri.

Febri menjelaskan, penggunaan garam impor diverifikasi oleh lembaga independen pada saat verifikasi untuk kebutuhan tahun berikutnya. Selain itu, perusahaan menyampaikan laporan kepada Kemenperin setiap triwulan.

“Realisasi impor pada kenyataannya selama ini selalu lebih kecil daripada PI yang diterbitkan karena industri pun tidak akan melakukan impor jika memang tidak memerlukan impor. Sedangkan PI tersebut merupakan rencana dari industri,” paparnya.

Pada 2018, KKP merekomendasikan kuota impor garam dari KKP sebesar maksimal 1,82 juta ton, hanya melalui tiga pelabuhan bongkar, yaitu Ciwandan, Tanjung Perak dan Belawan, serta waktu pemasukan juga dibatasi pada periode Januari-April 2018.

Febri mengataan, Kemenperin memandang hal tersebut akan berdampak terhadap keberlangsungan industri yang membutuhkan garam sebagai bahan baku dan penolong. Hal ini karena beberapa perusahaan industri memerlukan jaminan kontinuitas pasokan dan kebutuhannya besar yang memerlukan importasi secara kontinyu tiap bulan khususnya sektor industri khlor alkali (CAP).

“Beberapa industri sudah mempunyai jetty sendiri dengan investasi yang tidak murah. Kemudian, sektor industri farmasi yang kebutuhannya tersebar dalam jumlah kecil juga memerlukan importasi melalui udara karena volume kecil tersebut,” imbuhnya.

Kemenperin mendukung proses penegakan hukum terkait impor garam industri yang sedang dilakukan Kejagung saat ini. Terkait hal tersebut, rekomendasi impor yang dikeluarkan Kemenperin tetap berdasarkan kuota yang telah ditetapkan Rakortas di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Febri mengatakan, realokasi maupun tambahan kuota impor garam tetap dilakukan berdasarkan Rakortas dan rekomendasi Kemenperin sebagai acuan Kemendag dalam penerbitan PI. Hal ini supaya perubahan tersebut tidak melebihi kuota yang telah ditetapkan dalam Rakortas.

Jika dalam pelaksanaannya ditemukan rembesan atau penyalahgunaan, Febri mengatakan, hal ini merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha sesuai aturan Permenperin 34 Nomor 2018 tentang Tatacara Pemberian Rekomendasi Impor Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri. Menurut peraturan tersebut, pelaku usaha akan dikenai sanksi tidak memperoleh rekomendasi untuk tahun berikutnya.

Dia mengatakan, Kemenperin telah berupaya melakukan substitusi impor, khususnya untuk sektor aneka pangan dan pengeboran minyak. Pada Neraca Komoditas 2022, kebutuhan garam di aneka pangan sebesar 630 ribu ton, sedangkan sektor pengeboran minyak membutuhkan 30 ribu ton.

Meski demikian, alokasi impor sebesar 466 ribu ton hanya diberikan kepada sektor aneka pangan. Harapannya, kebutuhan garam bagi industri pengeboran minyak dan IKM aneka pangan dapat dipenuhi dari bahan baku garam lokal.

“Harga garam lokal sudah mencapai Rp1.000/kg, bahkan akhir-akhir ini di atas Rp1.500 /kg, serta tidak terdapat sisa stok berlebih di lapangan karena penyerapan terus berlangsung dengan harga yang tinggi tersebut. Diharapkan hal ini akan tetap terus terjaga ke depannya dengan penerapan Neraca Komoditas dalam pengendalian impor garam,” pungkas Febri.

 

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...