Makin Meroket, Harga Beras Medium Tembus Rp 15.000 per Kg

Nadya Zahira
17 Februari 2023, 15:36
Pekerja mencampur beras di Pasar Baru, Wergu Wetan, Jati, Kudus, Jawa Tengah, Senin (6/2/2023). Menurut pedagang, harga beras di tingkat tengkulak di pasar itu naik sejak sepekan terakhir dari Rp10.600 menjadi Rp11.350 per kilogram untuk beras medium seda
ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.
Pekerja mencampur beras di Pasar Baru, Wergu Wetan, Jati, Kudus, Jawa Tengah, Senin (6/2/2023). Menurut pedagang, harga beras di tingkat tengkulak di pasar itu naik sejak sepekan terakhir dari Rp10.600 menjadi Rp11.350 per kilogram untuk beras medium sedangkan untuk beras premium dari Rp12.500 menjadi Rp14.000 per kilogram akibat pasokan di pasaran berkurang dampak dari bencana banjir di sejumlah daerah yang menyebabkan gagal panen.

Dwi mengatakan, salah satu penyebab harga beras mahal adalah produksinya yang berkurang. Menurut dia, produksi beras dari 2019 sampai 2022 mengalami penurunan sebesar 1,7% per tahunnya. Meskipun tidak impor, namun stok beras nasional semakin menipis setiap tahunnya.

Menurut Dwi, kenaikan harga beras masih terjadi sampai saat ini merupakan hal yang wajar karena stok pemerintah memang sangat sedikit. Pemerintah tidak memiliki daya untuk meredam gejolak harga. Namun demikian, harga beras yang dijual di Indonesia masih terbilang relatif murah jika dibandingkan dengan harga beras di negara-negara lainnya.

Selain itu, penyebab harga beras naik karena musim paceklik yang biasa terjadi pada Januari hingga Februari. Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah untuk lebih intensif melakukan operasi pasar guna merendamkan lonjakan harga beras saat ini.

Dia berharap pemerintah bisa menyerap gabah lebih banyak lagi saat panen raya di bulan Maret. Dengan demikian, pemerintah memiliki stok pangan sehingga tidak perlu impor.

Dwi mengatakan, serapan gabah saat panen raya tahun lalu sangat kecil. Akibatnya harga gabah anjlok dan petani rugi.

“Tercatat pada April-Juni 2022 lalu,  harga gabah dan beras petani itu jauh di bawah HPP. Tentu hal tersebut tidak menguntungkan sama sekali untuk usaha tani. Saya khawatir petani menjadi enggan untuk bertani,” ujarnya.

Halaman:
Reporter: Nadya Zahira
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...