Joe Biden Kecam Kudeta Myanmar, Ancam Kembali Terapkan Sanksi
Konsultasi Intensif
Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan bahwa pemerintah Amerika Serikat telah melakukan konsultasi intensif dengan Sekutu tentang Myanmar. Dia menolak mengatakan tindakan apa yang sedang dipertimbangkan selain sanksi.
Saat ditanya apakah maksud pernyataan Biden, bahwa Amerika Serikat sedang "mencatat" soal bagaimana tanggapan negara lain, adalah pesan untuk Tiongkok, Psaki mengatakan kepada wartawan, "Ini adalah pesan untuk semua negara di kawasan itu."
Pejabat tinggi Demokrat di komite Hubungan Luar Negeri Senat, Robert Menendez, mengatakan Amerika Serikat dan negara-negara lain "harus memberlakukan sanksi ekonomi yang ketat, serta tindakan lain" terhadap tentara Myanmar.
Menendez juga menuduh bahwa tentara Myanmar bersalah atas "genosida" terhadap minoritas Muslim Rohingya -- sebuah keputusan yang belum ditetapkan oleh pemerintah AS-- dan atas kekerasan berkelanjutan terhadap minoritas lainnya.
Pemimpin Senat AS dari Partai Republik, Mitch McConnell yang seperti anggota pemerintahan Biden, memiliki hubungan dekat dengan Suu Kyi, menyebut penangkapan itu sebagai tindakan mengerikan.
"Pemerintahan Biden harus mengambil sikap tegas dan mitra kami serta semua negara demokrasi di seluruh dunia harus mengikutinya dalam mengutuk serangan otoriter terhadap demokrasi di Myanmar," katanya.
Peristiwa di Myanmar itu merupakan pukulan yang signifikan bagi pemerintahan Biden dan upayanya dalam membuat kebijakan Asia Pasifik yang kuat untuk melawan Tiongkok.
Banyak dari tim kebijakan Asia Biden, termasuk kepalanya, Kurt Campbell, adalah veteran pemerintahan Obama. Yang mana, pada akhir masa jabatan mantan Presiden Barack Obama menganggap berakhirnya beberapa dekade pemerintahan militer di Myanmar sebagai pencapaian kebijakan luar negeri. Biden sendiri saat itu menjabat sebagai wakil presiden Obama.
Obama mulai mengurangi sanksi terhadap Myanmar pada 2011 setelah militer mulai melonggarkan cengkeramannya, dan pada 2016 dia mengumumkan pencabutan beberapa sanksi yang tersisa. Namun pada 2019, pemerintahan Trump kembali menjatuhkan sanksi yang dikenakan pada empat komandan militer, termasuk Jenderal Min Aung Hlaing, atas pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Rohingya dan etnis minoritas lainnya.