Polemik PP Impor Garam, antara Kewenangan KKP dan Perindustrian

Yuliawati
Oleh Yuliawati
31 Maret 2018, 08:46
garam langka
ANTARA FOTO/Saiful Bahri
Petani memanen garam di lahan garam konvensional di Desa Bunder, Padewamu, Pamekasan, Jawa Timur, Selasa (25/7/2017).

Pendapat berbeda datang dari Guru Besar bidang Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf. Asep menganggap PP Impor Garam tidak tepat bila mengacu pada Undang-undang Perindustrian. Alasannya, UU Nomor 7 Tahun 2016 yang mengatur secara spesifik tata niaga impor garam merupakan aturan lex specialis yang seharusnya menjadi rujukan PP tersebut.

"Berlaku azas lex specialis derogat legi generalis yakni aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum. UU Nomor 7 Tahun 2016 itu merupakan lex specialis dalam aturan tata niaga impor garam," kata Asep kepada katadata.co.id, Rabu (28/3).

Sebaliknya, Asep melihat UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian tak tepat bila dijadikan rujukan untuk mengatur tata impor garam. Asep menilai UU Perindustrian Pasal 33 yang menyebutkan kewajiban pemerintah menjamin ketersediaan dan penyaluran sumber daya alam untuk industri dalam negeri, tak dapat menjadi dasar untuk mengubah tata niaga impor garam yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2016.

"UU Perindustrian mengatur jaminan untuk menyediakan pasokan bahan baku untuk industri, itu ketika bahan baku sudah ada di Indonesia. Tidak mengatur mengenai soal impor," kata Asep.

(Baca juga: Beda Asumsi Produksi Garam Lokal, Sumber Kisruh Impor Antarmenteri)

Selain itu, kata Asep, bila mengacu pada asas lex superior derogat legi inferior yang artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang rendah (asas hierarki), seharusnya PP tidak berlaku. "Apabila bertentangan dengan UU di atasnya, PP tersebut main tabrak aturan," ujar Asep.

Praktisi hukum tata negara Margarito Kamis menilai, kontroversi PP impor garam bukan merupakan sengketa antara UU Perindustrian dengan UU Nomor 7 Tahun 2016. "Selama ini kedua undang-undang berjalan tanpa ada pertentangan, menjadi bermasalah karena PP berbeda dengan UU Nomor 7/2016," kata Margarito.

Margarito menilai pertentangan PP dan UU merupakan sengketa yang dapat diselesaikan di Mahkamah Agung. "Lebih baik di bawa ke MA, biar diputuskan perdebatannya," kata dia.

Rencananya, Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) Jakfar Sodikin akan menggugat aturan tersebut ke Mahkamah Agung. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...