Fraksi Demokrat dan PKS Tolak RUU Ciptaker karena Merugikan Pekerja
Hal tersebut juga menjadi perhatian dari F-PKS. Anggota Baleg DPR dari F-PKS Ledia Hanifa Amaliah mengatakan bahwa pembahasan RUU pada masa pandemi corona membuat akses dan partisipasi masyarakat dalam memberi masukan, koreksi, dan penyempurnaan menjadi terbatas.
Selain itu ada sejumlah catatan lainnya yang disampaikan F-PKS terkait RUU Ciptaker seperti pembahasan DIM (daftar inventaris masalah) yang tidak runtut dalam waktu yang pendek.
“Banyaknya materi muatan dalam RUU ini semestinya disikapi dengan kecermatan dan kehati-hatian. Padahal UU ini akan berdampak luas bagi banyak orang,” ujarnya.
Menurut Ledia F-PKS memandang RUU Ciptaker tidak tepat membaca situasi, tidak akurat dalam diagnosis, dan tidak pas dalam menyusun ‘resep’ meskipun yang sering disebut adalah soal investasi.
Dia menilai pada kenyataannya persoalan yang hendak diatur dalam Omnibus Law bukan masalah-masalah utama yang selama ini menjadi penghambat investasi misalnya ketidaktepatan itu adalah formulasi pemberian pesangon yang tidak didasarkan atas analisa yang komprehensif.
RUU Ciptaker memuat substansi pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerugian terhadap tenaga kerja atau buruh melalui perubahan beberapa ketentuan yang lebih menguntungkan pengusaha. Terutama pada pengaturan tentang kontrak kerja, upah dan pesangon.
"Hanya melihat pada aspek ketidakberdayaan pengusaha tanpa melihat rata-rata lama masa kerja pekerja yang di PHK sehingga nilai maksimal pesangon itu semestinya tidak menjadi momok bagi pengusaha," katanya.