Menanti PP Sebagai Solusi Polemik Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja

Rizky Alika
15 Oktober 2020, 06:00
cipta kerja, buruh, omnibus law
Adrian Hillman/123rf
Pemerintah sedang mengatur aturan teknis UU Cipta Kerja.

Dalam UU Cipta Kerja ini, ada satu poin baru yang sebelumnya tidak ada dalam UU 13/2003, yaitu pengaturan upah bagi UMKM. Akan tetapi, ketentuan lebih lanjut terkait upah pekerja usaha kecil ini akan diatur dalam PP.

Selanjutnya, PP juga akan memuat ketentuan struktur dan skala upah di perusahaan. Sebab, pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah dengan memerhatikan kemampuan dan produktivitas perusahaan.

Selama ini, pemerintah membentuk dewan pengupahan untuk merumuskan kebijakan pengupahan. UU Cipta Kerja menyebutkan, dewan pengupahan terdiri dari unsur pemerintah, pengusaha, buruh, pakar, dan akademisi. Sementara, ketentuan lebih lanjut akan diatur dengan PP.

Hal-hal lainnya yang akan diatur dengan PP ialah syarat dan tata cara pemutusan hubungan kerja (PHK), pemberian uang pesangon hingga uang penggantian hak, serta sanksi adminsitratif.

Khusus RPP Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), ketentuan yang bakal diatur mencakup tata cara penyelenggaran, manfaat jaminan bagi peserta, serta pendanaan JKP.

Tak Disambut Buruh

Meski demikian, ajakan ini tak sepenuhnya disambut baik, terutama oleh kalangan buruh. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengklaim 32 federasi pekerja tak akan ikut dalam aturan turunan tersebut.

“Karena kami sudah menolak UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan,” kata Iqbal dalam pesan singkatnya, Rabu (14/10).

Sedangkan KSBSI masih akan menggelar koordinasi internal menyikapi ajakan ini. Apalagi menurut Elly, kebanyakan serikat pekerja mengambil posisi berseberangan terhadap RPP. “Sepertinya akan banyak penolakan dari serikat buruh untuk ikut dalam RPP,” kata Elly.

Meski demikian Elly berharap pembahasan RPP harus menyentuh poin detail. Selain ketentuan upah berdasarkan waktu, ia menyoroti Pasal 88C yang berbunyi Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kotamadya. “Itu berarti bisa juga tidak dapat ditetapkan, jadi tidak mengikat,” katanya.

Soal pesangon, Elly menginginkan uang tersebut tetap diberikan dua kali gaji sesuai Pasal 166 UU Ketenagakerjaan. Sedangkan dalam UU Cipta Kerja, Pasal tersebut telah dihapus. “Penggantian hak itu saya soroti banyak poin-poinnya,” ujar dia.

Sedangkan opsi judicial review alias peninjauan kembali  UU Cipta Kerja tetap menjadi opsi utama buruh. Elly mengatakan serikat pekerja sedang menunggu penomoran UU ini untuk segera diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).  

Sedangkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengaku belum memberikan usulan dalam RPP. Namun mereka berharap tidak ada lagi perubahan substansi yang jauh dari UU Cipta Kerja.

“Karena ini hanya penjabaran UU, bukan negosiasi lagi,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J. Supit.

Anton mengatakan dari sisi pengusaha, mereka tak akan menetapkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dalam rentang waktu panjang. Soal formulasi upah minimum, pengusaha juga akan tetap mengacu pada inflasi. “Bahkan jika ekonomi tumbuh negatif, tidak mungkin upah dipotong,” kata Anton.

Dia juga berharap tak ada kegaduhan soal formulasi pesangon lantaran mayoritas pengusaha tak akan melakukan PHK jika kondisi ekonomi baik. “Jadi jangan apriori, belum ketemu (kesepakatan) sudah curiga,” kata Anton.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...