Di Bali Vaksinasi Sudah 91% Tapi Kematian Tinggi, Luhut: Itu Anomali
“Ini sebenarnya bukan anomali. Wajar saja terjadi karena penerapan testing, tracing, dan treatment (3T) di Bali masih belum memadai,” kata Dicky kepada Katadata.co.id, Jumat (13/8).
Selain itu, angka test positivity rate di Bali yang masih rendah yakni di bawah 5% menyebabkan adanya keterlambatan dalam menemukan kasus, merujuk kasus berat, dan memberikan perawatan dukungan. Hal ini menyebabkan banyak kasus yang tidak terdeteksi dan menginfeksi lebih banyak orang.
Ia menyebut, efektivitas vaksin juga mempengaruhi tingginya angka kasus aktif dan kematian meski cakupan vaksinasi sudah mencapai 91%. Dicky menilai vaksin yang saat ini digunakan tidak terlalu efektif dalam menghadapi varian baru, khususnya varian delta.
“Sehingga kalau kasus infeksinya banyak ya wajar, kalau angka kematiannya banyak juga relatif wajar,” kata dia.
Kemudian, ia juga menyebut, banyaknya kematian akibat Covid-19 di Bali juga berkaitan dengan minimnya vaksinasi bagi kelompok berisiko dan rawan, seperti lansia, disabilitas, dan lain sebagainya. Dicky menilai, saat ini mayoritas kasus aktif dan meninggal di Bali berasal dari kelompok masyarakat rawan dan berisiko yang belum divaksinasi.
“Jadi kembali lagi saya tekankan, bahwa vaksinasi bukan segala-galanya. Vaksinasi yang tinggi cakupannya bukan berarti menjamin tidak banyak kasus dan kematian. Ini bergantung pada seberapa disiplin kita menjalankan 3T dan pengendalian baik pribadi maupun kondisi tersebut,” ujar dia.