Krisis Pangan dan Energi di Depan Mata, RI Ajak G20 Kolaborasi

Tia Dwitiani Komalasari
10 Juli 2022, 14:28
Mohamed Abd El Ghany Seorang pekerja mengumpulkan gandum di gudang gandum Benha di Al Qalyubia, Mesir, Kamis (19/5/2022). Foto diambil tanggal 19 Mei 2022.
ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamed Abd El Ghany/aww/cf
Mohamed Abd El Ghany Seorang pekerja mengumpulkan gandum di gudang gandum Benha di Al Qalyubia, Mesir, Kamis (19/5/2022). Foto diambil tanggal 19 Mei 2022.

Indonesia mengajak negara G20 untuk berkolaborasi hadapi krisis pangan. Meroketnya harga pangan dapat menyebabkan 323 juta orang di seluruh dunia menjadi sangat rawan pangan atau berisiko tinggi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa Indonesia merupakan satu dari sedikit negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi di saat badai Covid-19. Indonesia mampu melanjutkan tren positif, dengan mencapai pertumbuhan 5,1 persen pada Kuartal I - 2022.

“Ekspor Indonesia, tumbuh sebesar 16,2 persen dan neraca perdagangan Indonesia mencapai US$ 16,89 miliar, tertinggi dalam lima belas tahun terakhir,” kata Airlangga Hartarto, dalam sambutannya secara virtual pada  pembukaan 2nd Sherpa Meeting atau Pertemuan Sherpa ke-2 di Labuan Bajo, NTT, Minggu (10/7).

Kemajuan itu memungkinkan Indonesia untuk merebut kembali statusnya sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas.  Namun pemulihan tersebut tidak ada artinya jika hanya terjadi di segelintir negara.

"Indonesia meminta dukungan Anda untuk memastikan dunia pulih bersama, sehingga kita semua dapat berdiri lebih kuat menghadapi tantangan ke depan," kata Airlangga.

 Pada kesempatan tersebut Airlangga berharap negara-negara anggota G20 atau Group of twenty , sebagai forum ekonomi global utama, harus bertindak bersama untuk mengatasi tantangan global yang multidimensi dan saling terkait.

Hal tersebut dikarenakan berbagai risiko dan tantangan global juga terus meningkat dan memicu pelambatan pemulihan ekonomi global. Tantangan tersebut terkait dengan The Perfect Storm atau 5C yakni Covid-19, Conflict, Climate Change, Commodity Price, serta Cost of Living.

Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan global menjadi hanya mencapai 2,9 persen. Ekonomi negara-negara berkembang akan mencapai tingkat pertumbuhan 3,4 persen pada 2022, setengah dari tingkat pertumbuhan 2021.

Solusi kesejahteraan global

Airlangga menambahkan, 2nd Sherpa Meeting yang saat ini berlangsung diharapkan bisa memberikan solusi untuk kesejahteraan global. Menurutnya, G20 memiliki tanggung jawab untuk memikirkan negara lain dan menempatkan solusi di atas meja.

“Jutaan orang menderita akibat dampak konflik di Ukraina. Jutaan orang di seluruh dunia mendambakan untuk memenuhi kebutuhan dasar akan makanan, tempat tinggal, dan keamanan,” ujarnya.

  Ia pun menuturkan, tantangan global semakin meningkat. Konsekuensi konflik memperburuk tantangan struktural seperti inflasi, ketahanan pangan, dan volatilitas pasar, dan pasokan energi. Terganggunya hal ini berdampak pada kehidupan dan peluang masyarakat di seluruh dunia.

Menurut Program Pangan Dunia PBB, lanjut Airlangga, meroketnya harga pangan dapat menyebabkan 323 juta orang di seluruh dunia menjadi sangat rawan pangan atau berisiko tinggi.

"G20 dapat mengambil tindakan untuk melindungi yang paling rentan di dunia dengan mengatasi gangguan pada produksi pertanian, rantai pasokan, dan perdagangan," tutur Airlangga.

Harga energi dan volatilitas pasar yang belum pernah terjadi sebelumnya, dikatakannya, juga menjadi agenda utama global. Menurut International Energy Agency (IEA) , dunia mungkin menghadapi krisis energi global pertama. Kelompok produsen dan konsumen energi utama dapat bekerja sama untuk memastikan sistem energi yang lebih tangguh, di mana dunia harus saling mendukung untuk mencapai transisi yang aman dan berkelanjutan.

"Inflasi, ketahanan pangan dan energi akan menghambat ekonomi global, membuat pencapaian SDG's semakin sulit. Indonesia memperkirakan dibutuhkan USD4,3 triliun setiap tahun untuk mencapai tujuan kita. Sekali lagi, tanggung jawab kita sebagai forum ekonomi utama adalah untuk mencapai tujuan ini," ujar Airlangga.

Tekanan inflasi harga pangan juga terjadi di negara anggota G20. Turki tercatat sebagai negara anggota G20 yang mengalami inflasi harga pangan tertinggi. Berdasarkan data Tradingeconomics, inflasi harga pangan Turki mencapai 91,6% (yoy) pada Mei 2022. Angka tersebut naik dibanding bulan sebelumnya sebesar 89,1% (yoy).

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...