Rencana Pembatasan Pertalite Jalan Terus Meski Kuota Sudah Ditambah
Pemerintah telah menambah kuota BBM bersubsidi Pertalite dan Solar untuk menjamin ketersediaannya bagi masyarakat hinga akhir tahun ini.
Kuota Pertalite ditambah menjadi 29,91 juta kilo liter (KL) dari sebelumya 23,05 juta KL. Sedangkan Solar ditambah menjadi juta 17,83 KL dari kuota awal 15,1 juta KL.
Setelah menambah kuota dua BBM bersubsidi ini, bagaimana kelanjutn rencana pembatasan pembelian BBM bersubsidi Pertalite dan Solar melalui program Subsidi Tepat MyPertamina?
Sektetaris Perusahaan Pertamina Parta Niaga, Irto Ginting mengatakan bahwa rencana pembatasan pembelian Pertalite masih menunggu pengesahan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Kalau pengaturan sesuai kriteria kendaraan, masih menunggu revisi Perpres 191 tahun 2014," ujarnya kepada Katadata.co.id pada Rabu (5/10).
Irto menyampaikan, hingga saat ini sudah ada 2,8 juta kendaraan telah mendaftar melalui program Subsidi Tepat MyPertamina sejak pendaftaran dibuka pada 1 Juli 2022. Seluruhnya adalah kendaraan roda empat atau lebih.
Sebagai upaya sosialisasi, Pertamina terus mendorong masyarakat untuk mendaftarkan diri dan kendaraannya ke MyPertamina. Registrasi bisa dilakukan melalui aplikasi MyPertamina, laman subsiditepat.mypertamina.id, atau langsung di lokasi SPBU untuk memperoleh akses untuk membeli Pertalite dan solar.
Adapun skema terbaru mengenai teknis pendistribusian BBM bersubsidi yang diatur dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM sudah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Direktur Bahan Bakar Minyak BPH Migas, Patuan Alfon, mengatakan salah satu poin utama yang disusun yakni penyesuian konsumen pengguna. Khususnya pada aturan yang lebih ketat mengatur kriteria calon penerima Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite dan Jenis BBM tertentu (JBT) Solar.
"Penyesuaian konsumen pengguna yang akan diatur sudah clear," kata Alfon dalam diskusi daring Tempo bertajuk Menemukan Jalan Subsidi BBM Tepat Sarasan pada Selasa (30/8).
Meski demikian ia mengaku tak tahu kapan revisi perpres itu diterbitkan. Dia hanya menjelaskan pemerintah selalu melihat beberapa aspek sebelum menetaskan sebuah kebijakan.
Aspek-aspek tersebut yaitu sosial, politik, dan ekonomi. "Kenapa belum selesai? Pemerintah berpikir secara komprehensif," ujar Alfon.
Dalam upaya mengetatkan distribusi BBM bersubsidi Pertalite dan Solar, PT Pertamina akan menggandeng Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Korlantas Polri).
Data berupa nomor polisi, pemilik, dan spesifikasi kendaraan serta kapasitas mesin atau besaran CC yang dihimpun dari Korlantas Polri akan diintegrasikan dengan MyPertamina.
Gunakan Data Kendaraan dari Korlantas Polri
Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati, mengatakan langkah ini sedang berjalan sembari menunggu pengesahan aturan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi yang tertulis di revisi Perpres Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.
"Kami tidak bisa menunggu ini sampai harus terdaftar semua padahal kami berharap revisi Perpres segera mungkin," kata Nicke dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VI DPR pada Kamis (8/9).
Nicke menambahkan, Pertamina akan berkoordinasi dengan Korlantas Polri yang memiliki bank data dari 144 juta kendaraan. Data-data ini nantinya akan otomatis terhubung dengan nozzle atau dispenser pom bensin.
Menurut paparannya, Nicke menjelaskan bahwa stok BBM Pertalite dan Solar lebih banyak diserap oleh kendaraan darat. Adapun Solar 74% disalurkan ke kendaraan darat, perikanan 13,6%, pertanian 6,6%, pelayanan umum 0,3%, industri kecil 0,5%, dan transportasi khusus 5,1%.
Secara umum, kendaraan barang logistik menjadi sektor dengan serapan tertinggi mencapai 60%. Disusul oleh truk tambang perkebunan 13% dan 9,6% untuk mobil penumpang roda barang.
Lebih lanjut, kata Nicke, konsumsi BBM Pertalite mayoritas mengalir ke masyarakat mampu yang mencapai 80%. Sementara 20% sisanya dinikmati oleh masyarakat tidak mempu. Berdasarkan volume penjualan, 70% dikonsumsi roda empat.
"Untuk roda empat itu 97.8% kendaraan pribadi, ojek daring hanya 2,2%, taksi daring hanya 0,6%, angkot 0,4%, taksi kuning 0,3%. Pertalite banyak dikonsumsi kendaraan pribadi," ujarnya. "Sembari tunggu revisi Perpres 191, kami sudah masukkan data-data ke dalam sistem digitalisasi SPBU."