Outlook 2023: Sistem Pemilu dan Wajah Demokrasi Jelang Tahun Politik

Ira Guslina Sufa
6 Januari 2023, 13:01
Pemilu
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Seorang warga mengikuti simulasi pencoblosan dan penghitungan di TPS 17 pada Pemilihan umum 2019 di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/4).

Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan lembaganya tidak akan terganggu dengan polemik para partai terkait sistem pemilu. Ia menyerahkan pada Mahkamah Konstitusi untuk memutus uji materi yang sedang dilakukan. Hasyim menyebut KPU akan lebih fokus melakukan sejumlah persiapan demi mensukseskan penyelenggaraan pemilu 14 Februari 2024 mendatang. 

Coblos Caleg atau Partai

Penerapan pemilu dengan sistem proporsional terbuka sudah berlangsung sejak pemilu 2009. Dasarnya adalah Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008 atas uji materi UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum. Ketentuan ini kemudian termuat dalam Pasal 168 Ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam ayat tersebut secara eksplisit disebut mengenai sistem proporsional terbuka. 

Dalam sistem proporsional terbuka, surat suara memuat keterangan logo partai politik, berikut nama kader partai calon anggota legislatif. Pemilih dapat mencoblos langsung nama caleg, atau mencoblos parpol peserta pemilu di surat suara dengan penentuan pemenang berdasar suara terbanyak. 

Munculnya uji materi dan dukungan dari PDIP sebagai partai pemenang pemilu 2019 untuk mengembalikan sistem proporsional tertutup tidak hanya mendapat kritik dari 8 partai politik. Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, menganggap perubahan pada sistem proporsional terbuka pada pemilu akan menunjukkan kegagalan partai politik dalam menjalankan fungsinya. 

Menurut Fernando, pemilih dapat lebih mengenal individu calon legislatif jika dilakukan dengan proporsional terbuka. Selain itu, sistem ini juga memberikan kesempatan kepada setiap caleg untuk berkompetisi secara terbuka. 

"Partai juga diberikan penuh sejak melakukan perekrutan dan mengusulkan calon legislatif," kata Fernando, Senin (2/1).

Lebih jauh ia menyebut, soal kualitas seharusnya terjawab bila semua caleg pilihan partai politik merupakan sosok yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk menjadi wakil partai di legislatif. Proses seleksi di internal partai menjadi solusi untuk menghadirkan calon yang benar-benar sudah tersaring. Dia khawatir bila pemilu dikembalikan ke sistem proporsional tertutup justru akan melanggengkan oligarki di dalam partai.  

"Jangan sampai sistem proporsional tertutup, akan menjadi lahan bagi partai politik untuk melakukan transisional terhadap caleg yang akan ditunjuk," kata Fernando. 

Dosen dari Universitas Jember Muhammad Iqbal sependapat dengan Fernando. Ia menilai keinginan sistem proporsional tertutup adalah ego politik partai untuk pertahankan status quo. Selain itu ia menyebut ketakutan akan politik uang dengan proporsional terbuka bisa dicegah dengan memperkuat pendidikan politik kepada para caleg dan publik. Ia menyebut uji materi yang saat ini bergulir di MK merupakan ujian bagi demokrasi Indonesia jelang  Pemilu 2024. 




Halaman:
Reporter: Ade Rosman
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...