Poin Alokasi Wajib Hilang dalam RUU Kesehatan, DPR Soroti Kemenkeu
Revisi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan belum juga diketok dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satu penyebabnya adalah hilangnya klausul alokasi wajib atau mandatory spending dalam RUU tersebut.
Wakil Ketua Komisi IX Kurniasih Mufidayati mengatakan salah satu penyebab hilangnya mandatory spending dalam RUU Kesehatan adalah Kementerian Keuangan. Mufidayati menjelaskan pembahasan klausul terkait mandatory spending memang dipimpin oleh Kementerian Keuangan.
Mufidayati menceritakan pembahasan terkait alokasi wajib terus ditunda hingga akhir masa pembahasan. Saat itu, Komisi IX mengundang Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata untuk memberikan pandangan terkait mandatory spending dalam RUU Kesehatan.
"Dari Kementerian Keuangan tidak bisa memberikan mandatory spending," kata Mufidayati dalam Forum Legislasi DPR, Selasa (4/7).
Mufidayati menilai Kementerian Kesehatan perlu berjuang lebih keras bernegosiasi dengan Kemenkeu jika ingin mengajukan alokasi anggaran wajib dalam RUU Kesehatan. Ia juga berharap agar pembahasannya bisa dimunculkan lagi pada pembicaraan tingkat kedua DPR.
Seperti diketahui, Draf RUU Kesehatan telah lolos pembicaraan tingkat pertama oleh Komisi IX. Draf tersebut tercatat menghapus sebanyak 20 pasal dari draf yang diserahkan pemerintah kepada DPR, termasuk pasal terkait mandatory spending.
Pasal 171 UU Kesehatan mengatur pemerintah pusat wajib mengalokasikan anggaran kesehatan setidaknya 5% dari total anggaran di luar gaji pegawai. Sementara itu, anggaran yang wajib disisihkan pemerintah daerah adalah 10% di luar gaji pegawai.
Mufidayati yang berasal dari Fraksi PKS menjelaskan keberadaan mandatory spending di RUU Kesehatan menjadi penting, khususnya selama masa pandemi. Pasalnya, mandatory spending akan menjamin ketersediaan dana dalam pengadaan alat kesehatan, obat, dan layanan fasilitas pelayanan kesehatan.