Jokowi Antisipasi Bengkaknya Subsidi Energi Dampak Konflik Iran-Israel
"Dari sisi Perekonomian pemerintah melihat ada lonjakan harga minyak imbas serangan Israel ke Iran, dan peningkatan freight cost menjadi salah satu yang harus dimitigasi," ujar Airlangga.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengakui sulit untuk menahan potensi pembengkakan subsidi energi imbas konflik bersenjata di Timur Tengah.
Arifin menjelaskan faktor penggelembungan nilai subsidi berasal dari faktor eksternal yang sulit dikendalikan oleh pemerintah. Dua faktor eksternal itu yakni harga minyak dan nilai tukar mata uang alias kurs.
"Ini susah, karena faktor-faktornya sulit kita kendalikan. Jadi kita harus melakukan efisiensi energi dan menggunakan sumber energi alternatif dari dalam negeri," kata Arifin.
Kementerian ESDM sebelumnya memproyeksikan harga minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) dapat menembus US$ 100 per barel jika eskalasi konflik Israel-Iran berlanjut dan meluas. Kenaikan harga minyak tersebut dapat membuat subsidi bahan bakar minyak dan elpiji membengkak.
Direktur Jenderal Migas, Tutuka Ariadji, mengatakan kenaikan nilai ICP akan berimbas pada peningkatan anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Elpiji. Pemerintah mematok ICP dalam asumsi ekonomi makro APBN 2024 sebesar US$ 82 per barel.
Adapun harga rata-rata ICP terbaru bulan Maret 2024 telah berada di level US$ 83,79 per barel. Angka tersebut meningkat US$ 3,69 per barel dari ICP bulan Februari senilai US$ 80,09 per barel.
"Saya menyatakan bahwa kemungkinan besar ICP akan naik ke US$ 100 per barel. Kalau kita soroti ICP, sebetulnya dari Februari atau Maret-April naik terus," kata Tutuka dalam diskusi daring bertajuk 'Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI' pada Senin (15/4).