8 Tips Berjualan Hijab hingga Busana Muslim di E-Commerce
Masyarakat Indonesia akan memasuki Ramadan pada pertengahan April nanti. Berjualan hijab hingga busana muslim bisa menjadi salah satu pilihan untuk menambah pundi-pundi. Startup e-commerce Shopee dan penyedia jasa pemasaran digital, Sribu membagikan delapan tips berjualan di e-commerce.
Pertama, memahami kebutuhan pasar dan memahami tren. Berdasarkan kajian internal Shopee, ada tiga tren hijab yang bakal diburu pembeli pada 2020 yakni casual pashmina, formal square, dan semi formal.
“Tren bisa berubah, tetapi kebutuhan dasar tetap harus disediakan. Misalnya, kerudung polos, ‘daleman’, ciput. Itu selalu ada pasarnya," ujar Vice President Brand Elzatta & Dauky Tika Latifa Mulya dalam acara Bincang Shopee di Jakarta, Kamis (27/2).
Kedua, memanfaatkan fitur-fitur khusus busana muslim di setiap e-commerce. Di Shopee misalnya, tersedia Shopee Barokah. Terakhir, memaksimalkan program promosi yang diselenggarakan perusahaan. “Trafiknya jadi bisa ikut naik,” kata Public Relations Shopee Aditya Maulana Noverdi.
(Baca: Momentum Perusahaan Digital Meraup Potensi Besar Pasar Syariah)
Berdasarkan data Global Religius Future, penduduk muslim Indonesia mencapai 209,12 juta pada 2010. Jumlahnya diperkirakan mencapai 229,62 juta pada tahun ini. Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia, yang tecermin dari databoks berikut:
Karena itu, pasar syariah di Tanah Air potensial untuk digarap. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat mengatakan pada 2018, bahwa pasar industri mode dunia mencapai Rp 166 triliun per tahun. Sebanyak Rp 54 triliun di antaranya merupakan pasar fashion muslim, yang bisa digarap oleh pebisnis nasional.
Selain ketiga tips tersebut, startup penyedia jasa solusi konten dan pemasaran digital Sribu Digital Kreatif membagikan lima tips berjualan di e-commerce secara keseluruhan. Pertama, melakukan riset pasar terlebih dahulu. Penjual harus memastikan produk yang ditawarkan banyak dicari oleh konsumen yang ditarget.
(Baca: Kolaborasi, Kunci Bisnis Halal di Era Digital)
Kedua, mengedukasi pasar. Ketiga, memulai dari skala kecil dan terus berinovasi. “Salah satu kesalahan yang paling sering dilakukan oleh pebisnis ketika merambah ke bisnis online yakni berinvestasi besar-besaran dalam mengembangkan situs web, tanpa memiliki target bisnis yang jelas dan terukur,” demikian dikutip dari siaran resmi Sribu.
Keempat, kenali kanal pemasaran digital yang ada dan sesuaikan dengan produk. Misalnya, Google Ads tepat digunakan untuk menyasar para pembeli yang sudah mengetahui jenis barang yang mereka cari. Lalu, YouTube Ads dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan satu persoalan tertentu terkait produk.
Sedangkan Facebook dan Instagram Ads dinilai tepat untuk menarik perhatian pembeli potensial secara visual. (Baca: Masih Laku, Begini Cara Memulai Bisnis Kopi Susu Kekinian)
Terakhir, memonitor strategi pemasaran. Hal ini untuk memastikan, siasat itu menyasar segmen yang tepat.
CEO Sribu Ryan Gondokusumo menilai, pebisnis juga perlu memilih partner pemasaran digital. “Kami menawarkan pendekatan baru yang menyeluruh dalam penyediaan jasa konten dan strategi pemasaran digital,” kata dia.
Pada kesempatan berbeda, Wakil Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia Bidang Industri Kreatif Kevin Wu menyampaikan tren berbelanja di Indonesia. Ia mencatat, 62% konsumen di Tanah Air menggunakan mesin pencari seperti Google Search saat berbelanja online.
Pencarian dengan kata kunci ‘promo’ tumbuh 2,5 kali lipat. (Baca: Tips Pemasaran Era Digital: Dari Urusan Kata Kunci hingga Influencer)
Lalu, pencarian dengan kata kunci ‘pengiriman cepat’ dan ‘terdekat’ masing-masing tumbuh 1,4 kali dan 1,12 kali. Karena itu, menurutnya, layanan yang menyediakan promosi dan kecepatan pengiriman paling banyak dicari konsumen.