Persaingan Ketat Gojek dan Grab di Bisnis Iklan Digital
Decacorn Indonesia, Gojek memperoleh dana segar dari perusahaan milik negara, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) US$ 150 juta atau sekitar Rp 2,1 triliun pada Senin (16/11) lalu. Melalui investasi ini, keduanya akan mengembangkan solusi teknologi periklanan digital, dan memperketat persaingan dengan Grab.
Direktur Utama Telkomsel Setyanto Hantoro mengatakan, kedua perusahaan akan mengembangkan produk baru. Selain itu, mengerjakan program inovatif yang berfokus menghemat biaya seperti promosi bersama dan produk gabungan (bundling).
Namun, ia tidak memerinci pengembangan solusi iklan digital yang dimaksud. “Kolaborasi ini berawal dari visi yang sama untuk mempertegas posisi pemain lokal sebagai tuan rumah di negeri sendiri,” kata Setyanto dikutip dari siaran pers, Selasa (17/11) kemarin.
Sedangkan Co-CEO Gojek Group Andre Soelistyo mengatakan, kerja sama itu menjangkau ratusan juta masyarakat, termasuk konsumen, mitra pengemudi, serta Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). “Investasi ini menempatkan kami pada posisi keuangan yang lebih kuat untuk mendorong pertumbuhan ke depan,” kata dia.
Per September, aplikasi Gojek diunduh 190 juta kali lebih di Asia Tenggara. Selain itu, menggaet sekitar dua juta mitra pengemudi dan 900 ribu pedagang (merchant).
Sedangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, Telkomsel memiliki 171,1 juta pengguna. Angkanya tertera pada Databoks di bawah ini:
Sedangkan Gojek meluncurkan layanan iklan luar ruang secara digital (digital out of home/DOOH) GoScreen yang dikembangkan oleh Promogo, pada awal November lalu (9/11). Startup jumbo ini menerapkan fitur pengukur kinerja iklan berdasarkan lokasi dan waktu.
Dengan begitu, pengguna akan mendapatkan laporan atas pengukuran impresi secara real-time. "Pengguna ingin yang bisa mengukur efektivitas dan kinerja iklan dengan baik," kata Chief Commercial Officer Gojek Antoine de Carbonnel saat konferensi pers virtual ‘peluncuran GoScreen’, Senin (9/11).
Sedangkan iklannya dibuat menggunakan teknologi terprogram (programmatic ads) untuk personalisasi konten dan berbasis mesin pembelajar (machine learning). Selain itu, penayangannya memanfaatkan armada mitra pengemudi Gojek.
Direktur Promogo Kiranjeet Purba mengklaim, penghasilan mitra yang memasang sarana untuk iklan GoScreen bisa naik 15-20%. Selain itu, "kami bisa menargetkan konsumen ke salah satu lokasi. Bisa dilacak secara real-time, serta verifikasi penayangan dan perhitungannya," ujar dia.
Decacorn itu masih menguji coba layanan tersebut pada tahun ini dan diharapkan bisa dimanfaatkan pada awal 2021. "Ini (pandemi virus corona) momen bagi pengiklan membuat perencanaan untuk tahun depan," kata Kiranjeet.
Pada awal tahun, Gojek menggandeng perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS), The Trade Desk untuk merambah bisnis periklanan. VP Merchant Research and Analytics Gojek Pulkit Khanna mengatakan, bentuk kerja samanya yakni pemahaman mendalam bagi para pengiklan (advertiser) mengenai dampak kampanye pemasaran online terhadap penjualan offline.
Hal itu dinilai dapat meningkatkan efisiensi dalam pengambilan keputusan pemasaran. “Pengiklan di platform The Trade Desk bisa memanfaatkan pemahaman yang didapat dari Gojek untuk mengukur dan meningkatkan efektivitas kampanye pemasaran,” kata Pulkit dikutip dari siaran pers, pada Januari lalu (21/1).
Kerja sama itu memungkinkan Gojek mengukur dampak iklan online menggunakan transaksi aktual melalui gerai, bukan data berbasis cookie. Perusahaan pun dapat mengaitkan transaksi online dan offline di dalam aplikasi Gojek dengan solusi iklan The Trade Desk.
Pemahaman itu mencakup pembelian melalui aplikasi Gojek, seperti layanan pesan-antar makanan GoFood hingga transaksi di gerai merchant dengan pembayaran GoPay.
Pemasar dapat menghubungkan penjualan dengan kampanye iklan yang bersangkutan melalui solusi pemasaran O2O itu. Caranya, dengan memanfaatkan kemampuan atribusi offline untuk mendapatkan analisis terkait efektivitas kampanye.
Kini, bisnis periklanan Gojek diperkuat dengan masuknya Telkomsel. Perusahaan telekomunikasi ini memiliki DigiAds dengan empat produk utama yakni pesan, display, reward, dan layanan perbankan (banking).
Ada delapan layanan yang disediakan untuk kategori pesan. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
MyAds | Membuat, mengirim, dan memonitor kampanye iklan yang dikirimkan melalui broadcast, targeted, location based advertising, dan interactive messaging berupa SMS, MMS, dan USSD |
Symphoni | Melalui jalur voice milik Telkomsel secara gratis, dengan metode call back service |
Klik-to-Call | Menghubungkan pelanggan dengan pengiklan secara real-time, melalui panggilan IP to IP, IP to CS, dan IVR Proxy. |
Bulk | Mengirim pesan iklan ke nomor pelanggan Telkomsel |
Targeted | Mengirim pesan terarah kepada pelanggan sesuai kebutuhan profil |
Location Based Advertising (LBA) | Mengirim pesan iklan kepada pelanggan di lokasi tertentu |
Interactive Advertising | Mendukung program khusus seperti kuis dan survei. Memberikan pilihan balasan untuk iklan yang dikirimkan kepada pelanggan |
Insertion | Menyisipkan pesan berupa teks pada beberapa fitur dasar Telkomsel seperti USSD |
Sumber: DigiAds
Telkomsel DigiAds juga menyediakan lima display untuk beriklan, yakni roli, adex, banner ads, augmented reality (AR), dooh online, dan online tracker services. Sedangkan untuk reward berupa option-in, data atau frida, bonus layanan komunikasi, pulsa, dan produk sampel gratis.
Senior Vice President Digital Advertising, Banking and Data Solutions Telkomsel Ronny Wilimas Sugiadha mengatakan, bisnis DigiAds tumbuh 10% secara tahunan (year on year/yoy). “Ini menjadi pendorong utama transformasi Telkomsel menjadi digital telco company,” kata dia dikutip dari siaran pers, September lalu (11/9).
Meski begitu, Grab sudah membangun bisnis iklannya yakni GrabAds sejak Agustus 2018. Saat itu, Gojek juga meluncurkan layanan serupa yakni GoIce dan GoVend pada September 2018. Namun, kedua layanan itu tidak diteruskan pengembangannya.
Sedangkan GrabAds terus berkembang. Decacorn Singapura ini menghadirkan tiga produk utama. Pertama, mobile billbaord yang konsepnya mirip dengan iklan pada kendaraan baik mobil maupun motor.
Kedua, in-car engagement berbentuk konten digital dan non-digital di armada GrabCar. Terakhir, in-app engagement yang tampil di widget interaktif seperti gim, kuis, konten digital lainnya di aplikasi Grab.
Pada Oktober lalu, perusahaan meluncurkan fitur GrabAds Ad Manager untuk memudahkan mitra mengelola iklan di aplikasi. Grab juga sempat memberikan layanan iklan gratis bagi ribuan mitra UMKM selama Juli-September.
Iklan tersebut diklaim menjangkau lebih dari 15 juta masyarakat Indonesia, sehingga mendongkrak pendapatan mitra hingga 20%.
Berdasarkan perhitungan back-of-the-envelope Tech In Asia, Grab berpotensi meraup lebih dari US$ 245 juta atau Rp 3,45 triliun dari bisnis iklan selama setahun. Porsinya sekitar 10% dari perkiraan pendapatan Grab tahun lalu US$ 2,3 miliar.
Dengan asumsi pertumbuhan bisnis iklan sama dengan pesan-antar makanan GrabFood, maka pendapatan GrabAds diperkirakan US$ 700 juta lebih pada 2025.
Proyeksi tersebut dengan perhitungan Grab menyelesaikan hampir 928 juta perjalanan melalui GrabCar dan GrabBike pada paruh pertama 2019, berdasarkan data ABI Research. Dalam setahun, diperkirakan ada 1,86 miliar order layanan transportasi.
Lalu, CNBC Internasional mencatat, ada 300 ribu pesanan GrabFood per hari di Vietnam dan 4 juta pesanan selama Januari dan April 2019 di Thailand. Untuk di kedua negara ini saja, jumlahnya diprediksi 121 juta per tahun.
Jika diakumulasi, setidaknya ada 1,98 miliar sesi yang berpotensi untuk penayangan iklan.
Tren Iklan Digital saat Pandemi Corona
Nielsen mencatat, penayangan iklan digital di perangkat seluler secara global naik 32% yoy pada kuartal I. Begitu juga di platform over the top (OTT) seperti Facebook, Google, Netflix, dan lainnya meningkat 182%.
Media iklan | Penayangan | Yoy % |
Ponsel | 87,4 juta | 32% |
OTT | 465,2 juta | 182% |
Komputer | 158,1 juta | -9% |
Sumber: Nielsen Digital Ads Ratings
Di satu sisi, biaya iklan per 1.000 penayangan atau cost per mile (CPM) turun drastis. Ini dinilai menjadi peluang bagi banyak pengiklan kecil hingga menengah untuk membeli tayangan dengan harga lebih rendah.
“Dengan tarif CPM yang lebih murah, sekarang waktunya bagi pemasar untuk mempertimbangkan kembali alokasi dana untuk format iklan yang belum dicoba,” demikian dikutip dari situs resmi Nielsen, Mei lalu (28/5).
Berdasarkan data Billboard Insider, penggunaan iklan luar ruang secara digital terus tumbuh. Pada 2019, penggunaannya mencapai 31% dari total iklan luar ruang global. Mayoritas atau 69% merupakan iklan luar ruang statis.
Pada tahun ini, porsi penggunaan iklan luar ruang secara digital diprediksi naik menjadi 34%. Lalu diproyeksikan tumbuh lagi menjadi 43% pada 2023.
Berdasarkan riset SurveySensum Covid-19 Industry Sentiment Tracker, pelaku usaha mulai beralih memasarkan produk melalui media digital seperti e-commerce, media sosial, dan layanan pesan instan. Ini berdasarkan survei terhadap 109 responden yang merupakan perusahaan, selama 27 Maret hingga 6 April.
Sebanyak 59% responden mengoptimalkan penjualan di e-commerce. Lalu, 51% responden menaikkan anggaran promosi di media digital. Selain itu, 28% mengubah rantai pasok agar dapat menjangkau konsumen secara langsung.
Data Dentsu Aegis pun menunjukkan, persepsi Gen-Z terhadap brand meningkat hingga 42% ketika menggunakan Instagram untuk membangun engagement dengan konsumen.
Raksasa teknologi global, Facebook pun menyadar bahwa iklan digital mulai menjadi tren saat pandemi virus corona. Oleh karena itu, perusahaan mengkaji potensi pendapatan dari bisnis lain, karena periklanan digital menjadi semakin ketat.