Peran OJK Dinilai Terlalu Dominan dalam Pasar Karbon di RUU PPSK

Muhamad Fajar Riyandanu
22 November 2022, 16:03
ojk, pasar karbon, perdagangan karbon, emisi karbon,
Katadata | Arief Kamaludin
Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pasar karbon dinilai terlalu dominan yang dapat mempengaruhi perdagangan karbon.

Dia mencontohkan, perusahaan yang memiliki sertifikat penurunan emisi dapat menjaminkan sertifikatnya di perbankan. Komoditi karbon sebagai agunan akan menjadikan perusahaan yang memiliki komitmen terhadap lingkungan memperoleh lebih banyak peluang pendanaan baru.

"Hal ini juga mempertimbangkan adanya beberapa pemain existing yang sudah ada di bawah Bappebti, mereka memiliki pengalaman untuk membuat infrastruktur bursa, sehingga dirasa tidak perlu mempersiapkan infrastruktur baru di bawah wewenang OJK," ujarnya

Pembuatan wacana infrastuktur baru di bawah komando OJK bisa menimbulkan kekhawatiran yang muncul dari masa tunggu yang lama. Kondisi tersebut akan menyebabkan bursa karbon luar negeri lebih menarik. "Padahal Indonesia memiliki potensi karbon yang luar biasa.” kata Bhima.

Di forum yang sama, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti, Tirta Karma Sejaya mengatakan bahwa RUU P2SK belum mengatur secara jelas soal detil kerja dari masing-masing lembaga OJK dan Bappebti perihal implementasi pasar karbon.

Menurut dia, penjelasan soal wilayah kerja dua lembaga tersebut akan diatur di dalam regulasi turunan setelah RUU P2SK disahkan sebagai Undang-undang.

"Belum secara jelas sih. Sebenarnya RUU PS2K ini kan undang-undang terkait dengan efek, dan efek itu tidak bisa memperdagangkan komoditi tapi dengan UU P2SK secara definisi bahwa efek ini bisa melakukan perdagangan komoditi melalui perdanganan alternatif. UU kan baru mengatur globalnya saja," ujar Tirta.

Adapun Pemerintah Indonesia bertekad untuk menurunkan emisi karbon sebesar 29% lewat usaha sendiri dan 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030. Sementara kebutuhan biaya untuk mitigasi perubahan iklim secara akumulatif selama 2020-2030 mencapai Rp3.779 triliun atau Rp 343,6 triliun per tahun.

Angka tersebut tidak mungkin seluruhnya ditutup dengan APBN. Kehadiran pasar karbon diharapkan menjadi solusi untuk menutup kebutuhan pendanaan yang besar dari sisi pelaku usaha.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...