Surplus Listrik di Tengah Upaya Menggenjot Energi Terbarukan

Image title
12 Oktober 2020, 16:54
surplus listrik, ruu ebt, energi baru terbarukan, kementerian esdm, arifin tasrif
123RF.com/varijanta
Energi baru terbarukan atau EBT digadang-gadang menjadi salah satu opsi transisi energi yang berpotensi memulihkan ekonomi Indonesia pasca pandemi Covid-19.

EBT seharusnya dapat digunakan sebagai alat untuk memperbaiki ekonomi. Pengembangannya dapat secara langsung dimanfaatkan oleh masyarakat dan mencegah perubahan iklim. "Jangan dilihat jangka pendek kemudian menghentikan pengembangan pembangkit baru. Kalau mau dikurangi, ya yang fosil," ujarnya.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat pemerintah perlu melakukan optimalisasi rencana penambahan pembangkit energi terbarukan di Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN yang masih digodok.

Dalam RUPTL 2019-2028, pemerintah menargetkan pemakaian energi terbarukan meningkat menjadi sebesar 23,2% pada 2028 atau dua kali lipat dari 11,4% pada 2019. Untuk pembangkit listrik dari batu bara turun menjadi 54,45% pada 2028 dari 62,7% pada 2019. Demikian pula bahan bakar minyak atau BBM turun menjadi 0,4% dari sebelumnya 4%, seperti terlihat pada grafik Databoks berikut ini.

Sebagai langkah antisipasi, perlu pula program tambahan untuk menutupi kesenjangan antara target dan kemampuan PLN. Di sisi regulasi, pengesahan rancangan undang-undang (RUU) EBT dan penyusunan peraturan presiden atau Perpres energi terbarukan juga sedang ditunggu-tunggu banyak pihak.

“Saya lihat ada kemauan dan komitmen. Walaupun masih perlu dilihat lebih lanjut bagaimana kualitas dan implementasi kebijakan dan regulasinya," ujar Fabby.

Terkait komitmen PLN, Fabby mengatakan perusahaan harus mulai memprioritaskan pembangunan energi terbarukan untuk pertumbuhan bisnis dan keuangannya. Apalagi arahan Menteri ESDM pada awal tahun ini sudah jelas. PLTU, PLTGU, dan PLTD yang sudah berusia di atas 20 tahun dengan kapasitas 13 gigawatt akan diganti dengan pembangkit energi terbarukan.

PLN sudah merespon hal itu dengan program dedieselisasi pembangkit berkapasitas 2 gigawatt dengan pembangit ET sampai 2024. “"Ini yang perlu diimplementasikan segera," kata dia.

PLTS OELPUAH DI KUPANG
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS. (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)

Menggodok Aturan untuk Pengembangan EBT

Sebagai upaya untuk mempercepat proses transisi energi dan meningkatkan investasi, pemerintah dan DPR mengebut pembahasan RUU EBT. METI mengusulkan adanya badan pengelola yang bertanggung jawab mengatur sumber energi tersebut secara independen.

Badan tersebut dapat bertugas menyusun strategi implementasi energi terbarukan untuk mencapai kebutuhan energi nasional. Dalam menjalankan tugasnya, badan pengelola energi terbarukan atau BPET diharapkan dapat berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait, badan usaha milik negara (BUMN), BUMD, BUMDes, koperasi, swasta, maupun perorangan.

Kementerian ESDM juga sedang menyiapkan sejumlah kebijakan pendukung. Termasuk rancangan peraturan presiden atau Perpres yang mengatur pembelian energi listrik baru terbarukan oleh PLN.

"Yang kami tunggu tarif yang sesuai dengan keekonomian proyek. Harapannya, hal ini dapat diakomodir dalam peraturan presiden (Perpres)," ujar Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (APBI) Priyandaru Effendi beberapa waktu lalu.

Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ida Nuryatin Finahari menyebut penerbitan Perpres harga listrik EBT itu sebagai langkah mengakselerasi transisi dari energi fosil ke ramah lingkungan.

Beberapa insentif yang bakal diterima pelaku industri antara lain pembebasan pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan pajak penjualan barang mewah pada kegiatan impor. Insentif tambahan diberikan kepada sektor energi panas bumi atau geothermal, yakni keringanan pajak bumi dan bangunan.

Pemerintah juga membentuk pasar baru EBT melalui program energi terbarukan berbasis pengembangan industri (renewable energy based industrial development) dan ekonomi (renewable energy based on economic development).

Tujuan program itu adalah mempercepat pemakaian energi baru terbarukan di kawasan industri dan ekonomi khusus. “Dan mendukung pengembangan pengembangan ekonomi khusus di kawasan 3T, yaitu terpencil, terluar dan terdepan," kata Arifin.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...