Sinyal Bos Tesla yang Berpotensi Turunkan Pamor Nikel Indonesia

Image title
2 Maret 2021, 18:17
tesla, elon musk, mobil listrik, nikel, baterai listrik
ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Ilustrasi.

Sejumlah perusahaan sedang mengembangkan dan mencari subtitusi nikel dan kobalt. Kedua komoditas ini harganya mahal dan cadangannya tidak terlalu besar di dunia. “Apapun bahan bakunya, Indonesia sebagai negara yang memiliki sejumlah cadangan mineral strategis harus segera memanfaatkan momentumnya,” kata Rizal.

Indonesia menguasai 30% cadangan nikel dunia, bahan baku baterai EV. Jumlahnya setara dengan 21 juta ton.  Negara kepulauan ini juga memiliki 1,2 miliar ton aluminium, 51 juta ton tembaga, dan 43 juta ton mangan.

Tak hanya di penyediaan bahan baku saja, Indonesia juga dapat tampil sebagai produsen baterai mobil listrik. "Bahkan hingga ke industri mobil listrik, sehingga sumber daya alam negara ini mendapat nilai tambah yang optimal," ujarnya. 

Momentum baterai lihtium-ion ini masih akan berlanjut dalam 15 hingga 20 tahun ke depan. Pemerintah dapat menerapkan kewajiban memasok untuk kebutuhan pasar dometik atau DMO, seperti komoditas batu bara. 

Perhapi menyarankan agar riset dan kajian tentang pengembangan teknologi berbasis mineral dikembangkan dengan serius. ”Sehingga Indonesia bisa tampil sebagai pemain utama dalam pengembangan mobil listrik," kata dia.

TESLA-RESULTS
Ilustrasi mobil listrik Tesla. (ANTARA FOTO/REUTERS / Mike Blake/pras/dj)

Posisi Tawar Indonesia Dinilai Akan Berkurang

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan berpendapat posisi nilai tawar Indonesia akan berkurang karena ketergantungan akan nikel mulai menurun. Negara ini dapat dianggap tak lagi menarik untuk masuk dalam industri baterai global.

Apalagi Tesla mulai mengalihkan fokusnya menggunakan besi ketimbang nikel. “Kita bukan lagi menjadi prioritas dalam pengembangan baterai," ujarnya.

Untuk itu, perlu adanya antisipasi agar iklim investasi menarik kembali. Kemudahan dan insentif harus tetap diberikan agar tidak ada perubahan rencana investasi dari penanam modal.

Indonesia masih berpeluang mengembangkan nikel untuk industri energi dan baja nirkarat (stainless steel). Namun, untuk baterai diperkirakan akan segera ada substitusi bahan bakunya.

Jepang kini mengembangkan baterai tidak berbasis nikel. Dengan pertimbangan harga komoditas ini akan semakin mahal karena permintaannya meningkat. Sedangkan Tesla, selain mempertimbangkan jumlah, juga menyoroti masalah lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) dalam berinvestasi. 

Cadangan bijih besi Indonesia, menurut Ketua Umum Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo, relatif kecil. Angkanya di bawah 1% secara global. Australia, Brazil, Rusia dan Tiongkok pemilik cadangan bijih besi besar dunia saat ini. 

Indonesia memang bisa masuk ke bisnis baterai melalui komoditas nikel. Cadangannya terbesar dunia sehingga memainkan peranan dalam pemanfaatan bahan nikel dunia. Grafik Databoks di bawah ini menampilkan perbandingannya. 

Dari sebaran bijih nikel, cadangannya sebanyak 4.5 miliar ton tersebar di Sulawesi dan Maluku. "Pengembangannya sangat menjanjikan untuk membangun industri hilir ke depan," kata dia. 

Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah harus mampu memperkirakan tujuan investor dari awal sampai pasarnya terbangun. Baru setelah itu, memberikan kemudahan fiskal dan nonfiskal untuk menarik investasi. 

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing

The pandemic has led Indonesia to revisit its roadmap to the future. This year, we invite our distinguished panel and audience to examine this simple yet impactful statement:

Reimagining Indonesia’s Future

Join us in envisioning a bright future for Indonesia, in a post-pandemic world and beyond at Indonesia Data and Economic Conference 2021. Register Now Here!

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...