Masuknya Pembangkit Nuklir dalam Strategi Besar Energi Nasional

Image title
18 Maret 2021, 15:28
pltn, nuklir, pembangkit listrik, energi baru terbarukan, kementerian esdm, dewan energi nasional, den, thorcon
123rf.com/Vaclav Volrab
Ilustrasi. Pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN akan masuk dalam grand strategy (strategi besar) energi nasional.

Ia menyebut rata-rata PLTN skala kecil dengan desain jenis PWR (pressurized water reactor) membutuhkan dana sekitar US$ 5 ribu per kiloWatt. Untuk membangun berskala 200 megawatt, maka kebutuhan dananya mencapai lebih Rp 14 triliun. "Apakah pemerintah akan menyediakan dana sebesar itu? Saya kurang yakin," kata Bob. 

Dengan kapasitas PLTN sebesar 200 megawatt, maka harga listriknya tidak dapat berkisar di US$ 6 sen per kiloWatt hour. Kemungkinan angkanya menajdi US$ 7 sen sampai US$ 8 sen per kiloWatt hour.

Indonesia, menurut dia, telah siap merealisasikan pembangunan pembangkit energi baru tersebut. Negara ini memiliki pengalaman mengoperasikan reaktor nuklir lebih dari 50 tahun. Lokasinya berada di Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Serpong, Banten, dan dioperasikan oleh Badan Tenaga Atom Nasional (Batan).

ThorCon berencana membangun PLTN dengan kapasitas 500 megawatt. “Thorcon dapat beroperasi pada level 40% atau sekitar 200 megawatt, Setelah demand naik dalam dua tahun dapat naik menjadi 90%,” kata Bob.

Nuklir, Batan
Ilustrasi energi nuklir.  (Instagram @badan_tenaga_nuklir_nasional)

PLTN Masuk Grand Strategi Dinilai Tidak Tepat

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan saat ini para pengusung PLTN berdalih jika ada teknologi jenis reaktor modular kecil (SMR) yang lebih aman dan murah. Pembandingnya adalah pembangkit nuklir generasi kedua dan ketiga yang berkapasitas di atas seribu megawatt per reaktor.  

Padahal, menurut dia, sampai hari ini belum ada teknologi SMR yang  mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara komersial. Yang paling dekat dan sudah mendapatkan lisensi desain dari Komisi Pengatur Nuklir alias NRC Amerika Serikat adalah reaktor NuScale Power LLC.

Perkiraannya, pembangkit itu baru beroperasi pada 2028. “Izin konstruksinya baru akan diajukan pada 2023 dan konstruksinya di Idaho, AS, paling cepat 2025,” kata Fabby.

Dengan begitu, parameter proven technology atau teknologi terbukti untuk membangun PLTN skala kecil tidak dapat dipakai. “Kita masih harus menunggu sampai SMR beroperasi, terbukti aman, dan harganya murah,” ucapnya. 

Program uji coba SMR di AS, Kanada, Inggirs, dan Rusia sejauh ini tidak ada yang bisa dijangkau investor tanpa subsidi besar-besaran dari pemerintah. Harga listriknya pun jauh lebih mahal dibandingkan teknologi pembangkit lainnya, yang risikonya lebih rendah. 

Dengan alasan tersebut, Fabby berpendapat memasukkan PLTN skala kecil dalam strategi besar energi nasional tidaklah tepat. Apalagi kalau pembangkit ini dibangun untuk menerangi daerah-daerah terpencil dan tertinggal. 

Ia mempertanyakan apakah pemerintah siap memberikan subsidi besar-besaran untuk teknologi ini. Di sisi lain, energi terbarukan lain yang lebih kompetitif harganya terpaksa dikorbankan. 

DEN dan pemerintah sebaiknya fokus mendorong akselerasi pengembangan energi terbarukan untuk substitusi pembangkit fosil. Dari sini, barulah bergerak ke pengembangan dan pemanfaatan hidrogen bersih (green hidrogen). "Ketimbang menghabiskan sumber daya dan perhatian kepada PLTN," kata Fabby.

Fokus pada energi nuklir justru akan memperlambat pengembangan energi terbarukan. Untuk mendukung transisi energi Indonesia hingga 2030, perlu penambahan 30 gigawatt pembangkit energi hijau.

Pemerintah sebaiknya memusatkan perhatian pada target itu karena perlu banyak penyesuaian regulasi, investasi, dukungan politik, dan sumber daya manusia. “Karena itu, rancangan undang-undang energi baru terbarukan (UU EBT) lebih baik diubah menjadi undang-undang energi terbarukan saja,” ujarnya.

Definisi kedua energi itu, menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007, berbeda. Energi baru berasal dari teknologi baru, baik dari energi terbarukan maupun tidak terbarukan. Contohnya, nuklir, hidrogen, gasifikasi batu bara, batu bara cair, dan gas metana batu bara (CBM).

Sedangkan energi terbarukan berasal dari sumber daya energi yang berkelanjutan apabila dikelola dengan baik. Misalnya, panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perubahan suhu lapisan laut. 

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing

The pandemic has led Indonesia to revisit its roadmap to the future. This year, we invite our distinguished panel and audience to examine this simple yet impactful statement:

Reimagining Indonesia’s Future

Join us in envisioning a bright future for Indonesia, in a post-pandemic world and beyond at Indonesia Data and Economic Conference 2021. Register Now Here!

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...