RUU EBT Masih Terganjal Isu Kepastian Hukum dalam Berusaha

Image title
18 Agustus 2021, 19:03
EBT, energi baru terbarukan, DPR, PLN
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Teknisi melakukan perawatan instalasi panel listrik tenaga surya di Hotel Wujil, Ungaran, Jawa Tengah, Rabu (30/10/2016)

Saat dikonfirmasi perihal tersebut Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, Bob Syahril tidak dapat berkomentar lebih jauh. Namun, dia memastikan kalau pihaknya akan siap menjalankan aturan tersebut jika sudah berbentuk menjadi undang-undang.

"Kalau sudah menjadi UU maka selaku BUMN (badan usaha milik negara) kita wajib melaksanakannya," ujar Bob.

Sebelumnya, Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof. Mukhtasor menilai ketentuan yang ada dalam RUU EBT menimbulkan kekhawatiran. Terutama pada pasal yang mewajibkan PLN membeli listrik yang bersumber dari energi terbarukan. 

Menurut dia, kehadiran pasal 40 tersebut berisiko menimbulkan kelebihan pasokan listrik dan membengkaknya biaya pokok penyediaan listrik (BPP) PLN.

"Ada risiko pada portofolio PLN, sebagai BUMN akan jelek karena ambil lebih mahal daripada harga jualnya. Nasib PLN tergantung pemerintah," kata Mukhtasor.

Selain itu, dia juga menyoroti pasal 51 dalam RUU EBT yang mengatur mengenai skema penetapan harga atau feed-in tariff sebagai dasar harga jual listrik dari swasta ke PLN. Dalam pasal ini diatur bahwa dana APBN secara legal wajib digunakan untuk menutup kerugian PLN ketika membeli listrik lebih mahal dari swasta. 

Mukhtasor juga menilai APBN saat ini memiliki keterbatasan. Ada potensi risiko yang harus ditanggung semisal pemerintah tak mampu membayarkan kompensasi tersebut. Jika kondisi tersebut terjadi, maka tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan kenaikan tarif listrik bagi masyarakat.

Jika tarif listrik naik, maka perekonomian akan terganggu. Oleh karena itu dia menyarankan agar strategi untuk mengompensasi listrik dapat diubah. Misalnya dari kompensasi menjadi dana investasi.

"Ada kompensasi, maka APBN kita akan mendapatkan tekanan tambahan," ujarnya.

PLN dinilai memiliki peran besar dalam mengejar target bauran EBT atau energi baru terbarukan sebesar 23% pada energi nasional pada 2025. Untuk mengejar target tersebut, PLN harus meningkatkan kapasitas pembangkit listrik EBT-nya sebesar 12 gigawatt (GW) hingga 2025. Pasalnya, hingga akhir 2020, realisasi bauran EBT baru mencapai 11%.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...