Sri Mulyani: Indonesia Butuh Rp 81,58 T untuk Transisi Energi Bersih

Agustiyanti
30 September 2021, 21:20
energi bersih, transisi energi, sri mulyani, energi baru terbarukan
Antara/Rivan Awal Lingga
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kebutuhan pembiayaan untuk menuju energi baru dan terbarukan tak bisa hanya mengandalkan pemerintah dan membutuhkan partisipasi swasta.

Kedua, melalui pengenalan performance based payment atau klasifikasi beban pungutan pajak kepada perusahaan. Pengenaan pungutan akan bergantung banyaknya emisi yang dihasilkan dalam satu masa produksi.

"Kami baru saja berdiskusi dengan parlemen semalam, dan parlemen juga memberikan dukungan yang sangat kuat, dengan syarat kami memberikan peta jalan yang jelas menuju energi karbondioksida yang lebih rendah," katanya.

Pemerintah dan komisi XI DPR telah menyepakati kebijakan pajak karbon yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP). Draf RUU ini akan segera dibawa ke Sidang Paripurna untuk disahkan sebagai undang-undang. 

Berdasarkan draft RUU HPP yang diterima Katatadata.co.id, penetapan tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan besaran tarif harga karbon di pasar per kilogram CO2 ekuivalen. Tarif minimum pajak karbon dalam RUU tersebut ditetapkan Rp 30 per Kg CO2 ekuivalen,  jauh di bawah usulan pemerintah sebelumnya Rp 75 per Kg CO2 ekuivalen.

"Dalam hal tarif harga karbon di pasar karbon lebih rendah dari Rp30 per kilogram CO2 ekuivalen, tarif pajak karbon ditetapkan sebesar paling rendah Rp30 per kilogram CO2 ekuivalen," tulis dalam RUU HPP BAB IV tentang Pajak Karbon pasal 13 ayat (9). 

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...