Pemerintah Kebut Produksi Listrik Bersih 500 MW per Tahun

Muhamad Fajar Riyandanu
23 Desember 2022, 07:34
Listrik
ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/foc.
Foto udara suasana Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Pulau Kodingareng, Kecamatan Sangkarrang, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (15/12/2022).

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya untuk mengerek produksi listrik bersih dari pembangkit energi terbarukan secara berharap. Hal ini dilakukan untuk mengejar target bauran energi baru terbarukan (EBT) yang sudah ditetapkan sebesar 23% pada tahun 2025 mendatang.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana, mengatakan pemerintah mulai konsisten untuk mendorong input listrik bersih sebesar 500 megawatt (MW) per tahun. Angka input ini relatif kecil jika mengacu pada bauran listrik EBT yang baru berada di kisaran 12,6% dari total bauran energi nasional pada 2022.

"Dari sisi persentase memang angkanya tidak terlalu baik, tapi dari sisi pembangkit kami nambah terus, tiap tahun rata-rata 500 MW masuk dari pembangkit EBT," kata Dadan Kamis (22/12).

Untuk mengejar target bauran energi bersih 23% pemerintah menurut Dadan akan melakukan percepatan dengan mendaftarkan 2.000 MW setrum EBT per tahunnya. Hal ini dilakukan untuk memastikan proses rampung dalam waktu tiga tahun. 

"Kalau untuk mengejar 23% di tahun 2025 angkanya ini harus 2.000 MW, harus 4 kali lipat dari sekarang," ujar Dadan.

Lebih lanjut, Dadan mengatakan upaya yang paling realistis untuk mengejar target tersebut adalah lewat pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sembari mengimplementasikan co-firing batu bara dengan biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Sejauh ini, Kementerian ESDM mencatat ada 52 PLTU PLN yang sudah menerapkan co-firing, dengan tingkat campuran berkisar 1%-5%. 

"Tapi secara teknis bisa sampai 15% hingga 20%, tergantung jenis boilernya. Ini menjadi terobosan utama untuk meningkatkan pemanfaatan EBT secara cepat," kata Dadan.

Adapun PLN membutuhkan kurang lebih 10,2 juta ton biomassa untuk mensubstitusi 10% kebutuhan batu bara hingga 2025. Praktik pencampuran biomassa dengan batu bara pada PLTU yang sudah berjalan dapat ditemui di PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Rembang yang mendapat pasokan biomassa dari PT Perhutani.

Menurut catatan dari Kementerian ESDM, sejauh ini PLN sudah melaksanakan ujicoba co-firing pada 26 PLTU dengan porsi biomassa 1-5%. Mereka menyatakan, kapasitas total listrik yang dihasilkan dari co-firing PLTU PLN mencapai 18 gigawatt (gw) pada tahun 2024. Bahan biomassa yang digunakan seperti seperti wood pellet (pellet kayu), cangkang sawit dan sawdust (serbuk gergaji). Metode co-firing diklaim dapat menurunkan emisi karbon karena mencampur batu bara dengan biomassa untuk pembangkit listrik.

Dari 26 lokasi pelaksanaan uji coba PLTU, sebanyak 13 PLTU telah menerapkan implementasi co-firing biomassa secara komersial. Adapun PLTU telah menerapkan co-firing diantaranya PLTU Paiton (800 mw), PLTU Rembang (630 mw), PLTU Suralaya (1600 mw), PLTU Pelabuhan Ratu (1050 mw) serta PLTU Lontar (945 mw).

Di sisi lain, penerapan metode co-firing di PLTU dinilai sebagai hal yang justru memperlambat proyek transisi energi nasional. Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Service Reform (IESR), Marlistya Citraningrum menyebut metode co-firing tak berpengaruh terhadap penurunan emisi karbon yang dihasilkan dari proses kerja PLTU.

Dia menilai, selain pengurangan emisi yang tak terlalu signifikan, metode co-firing harus memperhitungkan sisi suplai bahan baku yang belum cocok dengan spesifikasi mesin PLTU dan harga yang belum ekonomis. Citra juga menyoroti pola pikir yang bertujuan membangun Hutan Tanam Energi untuk menjamin ketersediaan pasokan biomassa.

"Ini mereka nanti tanam pohon di hutan lalu menggunduli hutan, jadi malah bertentangan dengan aspek land use emission-nya," kata Citra saat dihubungi pada Senin (4/7).

Dia menegaskan, satu-satunya cara untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan oleh PLTU adalah melakukan pensiun dini PLTU. Menurut Citra, penyetopan operasional PLTU tua perlu dilakukan supaya energi terbarukan bisa langsung masuk mengganti. 

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...