Memahami 7 Asas Pemungutan Pajak di Indonesia
Asas umum juga berarti bahwa setiap pemungutan yang dilakukan hasilnya akan digunakan untuk kepentingan umum. Wujudnya beragam, seperti jalan raya, pembangunan sarana transportasi, serta fasilitas umum lainnya.
5. Asas Yuridis
Asas ini berarti, bahwa pemungutan pajak di Indonesia memiliki hukum yang jelas
Dasar pemberlakuan asas yuridis di Indonesia adalah Pasal 23 Ayat 2 UU Dasar 1945, yang berbunyi "Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang".
Dasar hukum ini kemudian juga didukung dengan beberapa regulasi lain mengenai pemungutan pajak di Indonesia, antara lain:
- UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
- UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan Prosedur Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
- UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
- UU Nomor 14 Tahun 2002 Pengadilan Pajak yang Berlaku di Indonesia
- UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
- UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
- UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah
- UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
6. Asas Ekonomis
Asas ekonomis ini, diartikan bahwa pemungutan pajak idealnya dapat meningkatkan perekonomian negara dan masyarakat secara umum. Pemungutan pajak yang dilakukan pemerintah tidak boleh memberatkan masyarakat, yang justru membuat ekonomi secara umum merosot.
Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan sebesar-besarnya hasil pendapatan pajak untuk kepentingan bersama.
7. Asas Finansial
Asas finansial dalam pemungutan pajak memiliki arti, bahwa setiap wajib pajak akan dikenakan pajak berdasarkan kondisi finansial yang bersangkutan. Artinya, golongan masyarakat yang memiliki pendapatan rendah dikenakan tarif pajak yang lebih rendah dibandingkan masyarakat yang memiliki pendapatan lebih tinggi.
Misalnya, seseorang yang memiliki pendapatan sebesar Rp 5 juta, tentu akan dikenakan beban pajak yang lebih rendah dibandingkan orang yang memiliki pendapatan Rp 100 juta.
Selain ketujuh asas yang telah dijelaskan, Indonesia juga memiliki asas lain dalam pemungutan pajak, yakni asas kenyamanan (convinience). Artinya, pajak dipungut saat wajib pajak berada dalam kondisi baik dan memiliki kemampuan membayar pajak, atau tidak sedang dalam kesulitan.
Itu sebabnya, dalam kondisi bencana, pemerintah dapat memberlakukan kebijakan pembebasan pajak, atau penundaan pelaporan pajak. Selain itu, ada beberapa tambahan penghasilan yang dipungut saat kondisi wajib pajak tidak sedang kesulitan.
Misalnya, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM), salah satu program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, di mana pajak dipungut saat iuran (taxable income now).
Sebab, ketika dana simpanan ditarik artinya wajib pajak sedang dalam kondisi sakit, mengalami kecelakaan kerja, atau kematian. Dalam kondisi tersebut, memungut pajak bukanlah merupakan kebijakan yang empatik. Oleh karena itu, pungutan dilakukan saat iuran, karena ini merupakan kondisi terbaik wajib pajak.
Tujuh asas pemungutan pajak, disertai dengan pemungutan yang memperhatikan kondisi wajib pajak ini, digabungkan dengan sistem self assessment.
Melalui sistem ini, wajib pajak diberikan kepercayaan penuh oleh negara untuk menghitung, membayar atau menyetor serta melaporkan pajak yang menjadi tanggung jawabnya.