WHO: 1 dari 6 Penduduk Bumi Mengalami Infertilitas

Image title
5 April 2023, 18:43
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, saat mengumumkan penetapan darurat kesehatan global atas wabah virus corona, di Jenewa, Swiss, Kamis (30/1).
TWITTER @WHO
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengumumkan penetapan darurat kesehatan global atas wabah virus corona, di Jenewa, Swiss, Kamis (30/1).

Sejak 2022, pertumbuhan penduduk Jepang jatuh ke bawah 800 ribu, terendah sepanjang sejarah negara tersebut berdiri. Di sisi lain, Jepang telah kehilangan lebih dari tiga juta penduduk sepanjang 2011-2021.

Depopulasi itu terjadi karena berbagai faktor yang saling bertumpang tindih, infertilitas menjadi satu di antaranya. Faktor lainnya yang kerap mengemuka dalam berbagai diskusi adalah biaya untuk membesarkan anak yang sangat tinggi, dipengaruhi oleh tingginya biaya hidup rata-rata di Jepang. Persoalan ini juga melatarbelakangi penurunan populasi yang drastis di Cina dan Korea Selatan.

Untuk mengatasi persoalan finansial keluarga, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menjanjikan langkah-langkah progresif, di antaranya menaikkan anggaran untuk kebijakan terkait dengan anak. Menurut laporan Nikkei Asia, pemerintah memberikan subsidi sebesar 15 ribu yen per anak untuk keluarga yang memiliki anak berusia hingga 18 tahun.

Subsidi lainnya sebesar 1 juta yen per anak akan diberikan kepada keluarga yang bersedia pindah dari Tokyo ke daerah-daerah pinggiran. Skema subsidi ini di luar mandat sebesar 5 ribu yen per anak bagi masyarakat dengan pendapatan menengah dan menengah ke bawah, yang diberikan hingga sang anak berusia 16 tahun.

Cina, negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, mengalami penurunan populasi untuk pertama kalinya sejak enam dekade terakhir. Jumlah penduduk Negara Tirai Bambu itu anjlok sekitar 850 ribu berdasarkan data China’s National Bureau of Statistics (NBS).

Populasi penduduk Cina diperkirakan akan terus turun hingga 2050 ke angka 200 juta. Untuk mengatasinya, pemerintah Cina mengambil sejumlah langkah, salah satunya mendorong para penduduk muda Cina untuk belajar mencintai alam, hidup, dan menikmati kehidupan romansa sembari berlibur selama musim semi.

Negara-negara di Uni Eropa mengalami persoalan serupa. Laporan terakhir dari EU's Statistics menunjukkan adanya ancaman penurunan jumlah populasi di seluruh belahan Benua Biru itu hingga 420 juta jiwa pada 2100 kelak. Ukraina, Italia, Portugal, Spayol, Jerman, Romania, Yunani, dan Polandia menjadi negara dengan proyeksi penurunan populasi tertinggi di Uni Eropa.

Momok Penanganan Infertilitas Berbiaya Tinggi

Dalam laporan terbarunya, WHO secara spesifik menyebutkan penanganan persoalan kesuburan yang berbiaya tinggi menjadi salah satu tantangan seluruh negara di dunia. Direktur Kesehatan Reproduksi dan Seksual WHO Pascale Allotey mengatakan ada persoalan serius dalam aksesibilitas masyarakat berpendapatan menengah dan ke bawah atas perawatan medis untuk gangguan kesuburan.

Ia mengatakan persoalan gangguan kesuburan masih dianggap remeh dan dipandang sebelah mata oleh mayoritas pemerintah dan akademikus di seluruh dunia. Padahal, kata dia, prevalensi 1 dari 6 penduduk sudah merupakan alarm untuk menseriusi persoalan ini.

Allotey mengatakan saat ini belum ada skema perawatan gangguan kesuburan yang dijamin oleh pemerintah. "Sebagian besar dibiayai oleh pasangan itu sendiri dan menimbulkan beban keuangan yang cukup besar. Biaya yang tinggi membuat orang enggan mengakses perawatan infertilitas, tetapi jika mereka memaksa dapat berisiko terperangkap dalam kemiskinan," kata dia.

Di Indonesia, biaya perawatan in vitro fertilization (IVF) atau bayi tabung untuk mendapatkan anak berkisar dari Rp30-65 juta per siklus. Sementara itu, menurut penelitian Universitas Gadjah Mada, biaya bayi tabung bervariasi menurut kelompok usia, berkisar dari Rp99-112 juta. Semakin tinggi usia pasien, semakin besar biaya yang dikeluarkan.

Menurut Allotey, ke depan persoalan infertilitas ini dapat menjadi perangkap kemiskinan bagi jutaan pasangan di seluruh dunia. "Kebijakan dan pembiayaan yang memadai, secara signifikan dapat melindungi rumah tangga yang berpenghasilan rendah agar tidak jatuh ke perangkap kemiskinan karena mengakses perawatan infertilitas," kata dia. Selain itu, jaminan keadilan akses akan membantu negara mengatasi persoalan infertilitas yang berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...