Withholding Tax, Pengertian dan Jenis Pajak yang Menggunakannya
Withholding tax merupakan salah satu sistem pemungutan pajak, di mana pemerintah memberikan kuasa kepada pihak lain untuk melakukan pemungutan. Bisa disimpulkan, bahwa sistem ini adalah sistem pembayaran pajak yang dilaksanakan oleh pihak ketiga atau pihak di luar pemerintahan.
Di akhir tahun, pajak yang telah dipungut atau dipotong tersebut, serta telah disetorkan ke negara, akan menjadi pengurang pajak atau kredit pajak bagi pihak yang telah menyetorkan pajak tersebut. Caranya, dengan melampirkan bukti-bukti pemungutan pajak.
Dengan menggunakan sistem witholding tax, pemerintah dapat cepat mengimplementasikan, dan memungut pajak. Sebab, para pihak yang berhubungan langsung dengan wajib pajak lah yang akan melakukan pemungutan. Bagi pemerintah, sistem ini mampu secara signifikan memperkecil pengeluaran biaya untuk mengumpulkan sejumlah pajak.
Pemotong dalam sistem ini memiliki arti jumlah pajak yang sudah dipotong oleh para pihak pemberi penghasilan terhadap jumlah penghasilan tersebut, yang kemudian akan diberikan kepada para penerima penghasilan.
Ini membuat pihak yang menerima penghasilan akan memiliki penghasilan yang sudah dikurangi oleh pajak sebelum dibagikan. Misalnya, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, dan PPh Pasal 23.
Perbedaan Witholding Tax dan Self Assessment
Sejatinya, baik sistem witholding tax maupun self assessment secara garis besar memiliki pengertian yang sama, yakni pemungutan dan pemotongan pajak secara mandiri.
Namun, kedua sistem ini tidak bisa begitu saja disamakan. Sebab, self assessment memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, hingga melaporkan kewajiban pajak secara mandiri.
Artinya, sistem self assessment tidak dimaksudkan agar wajib pajak melakukan pemungutan dan pemotongan pajak untuk pihak wajib pajak lainnya.
Sedangkan withholding tax merupakan pemotongan dan pemungutan pajak melalui pihak ketiga. Artinya, sistem ini lebih mencakup dan ditujukan untuk semua penghasilan yang dihasilkan oleh para pelaku kegiatan usaha. Ini tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007.
Penerapan sistem ini juga telah diatur pada Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). UU ini menjelaskan tentang perlakuan witholding tax kepada PPh pada angsuran, dan juga pemungutan pembayaran pajak secara final.
Bisa disimpulkan, bahwa self assessment merupakan metode di mana pihak yang mempunyai kewajiban wajib pajak secara mendiri, melakukan penghitungan, menyetor, dan juga melaporkan kewajiban pajaknya kepada pemerintah.
Sementara, witholding tax adalah metode di mana wajib pajak menghitung dan melaporkan pajak mereka melalui pihak ketiga.
Jenis Pajak yang Merupakan Objek Withholding Tax
Mengutip klikpajak.id, pemerintah telah menentukan jenis penghasilan yang pemungutan pajaknya menggunakan sistem withholding tax. Pajak yang dimaksud, mencakup pajak yang diperlakukan sebagai angsuran dalam jangka waktu tertentu maupun pajak yang sudah bersifat final.
Adapun, jenis pajak yang tercantum dalam UU PPh yang dikategorikan objek withholding tax, adalah sebagai berikut.
1. PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 berisi tentang penghasilan yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, dan juga kegiatan, dengan nama serta dalam bentuk apapun yang telah diterima dan diperoleh oleh pihak wajib pajak sebagai orang pribadi dalam negeri.
PPh Pasal 21 ini meliputi lima kategori, antara lain:
- Pemberi lapangan kerja yang membayarkan upah, gaji, tunjangan, honorarium, dan segala bentuk pembayaran lainnya kepada karyawan, sebagai imbalan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dijalankan baik oleh pegawai tetap maupun non-pegawai.
- Bendahara di sektor pemerintahan yang memberikan upah, gaji, tunjangan, honorarium, dan segala bentuk pembayaran lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, maupun kegiatan.
- Dana pensiun dari pemerintah atau badan lain, yang memberikan uang pensiun atau pembayaran lain dengan nama apapun yang termasuk dalam kategori dana pensiun.
- Badan yang memberikan honorarium atau segala bentuk pembayaran lainnya sebagai imbalan yang berhubungan dengan jasa, termasuk jasa tenaga ahli yang tidak terikat apapun dan melakukan pekerjaan bebas.
- Penyelenggara suatu kegiatan apapun yang melakukan pembayaran yang berhubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan tersebut.
2. PPh Pasal 22
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34/PMK.010/2017, PPh Pasal 22 dipungut atas penyerahan dan kegiatan di bidang impor barang, atau kegiatan usaha di semua bidang lainnya.
Adapun, objek dari PPh Pasal 22 mencakup sepuluh kegiatan, yaitu sebagai berikut:
- Impor serta Ekspor Barang
Segala aktivitas yang berkaitan dengan ekspor dan impor barang yang dilakukan oleh eksportir dikenakan PPh Pasal 22. Komoditas yang mencakup aktivitas ekspor dan impor ini adalah barang-barang tambang batubara, mineral logam, maupun jenis mineral bukan logam. - Pembayaran Atas Pembelian Barang yang Dilakukan Pemerintah
Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh pihak bendahara pemerintah dan juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), juga dikenakan PPh Pasal 22, sebagai pemungut pajak atas pihak pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah, instansi dan lembaga pemerintah lainnya, serta berbagai lembaga milik negara lainnya. - Pembayaran Atas Pembelian Barang
Pembayaran atas pembelian barang yang dimaksud, adalah pembayaran atas barang yang dilakukan dengan menggunakan uang persediaan dan dilakukan oleh pihak bendahara pengeluaran dalam suatu lembaga. - Pembayaran Atas Pembelian Barang Kepada Pihak Ketiga
Pembayaran terhadap pembelian barang kepada pihak ketiga juga akan dikenakan PPh Pasal 22, dengan mekanisme pembayaran secara langsung oleh KPA, serta pejabat yang telah mengeluarkan surat perintah membayar barang tersebut dengan delegasi dari KPA. - Pembayaran Atas Pembelian Barang Untuk BUMN
Pembayaran atas segala bentuk pembelian barang serta berbagai bahan untuk kebutuhan segala lembaga yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga dikenakan PPh Pasal 22. - Penjualan Hasil Produksi kepada Distributor
Penjualan hasil produksi dari perusahaan produsen kepada perusahaan yang bertugas mendistribusikan barang tersebut atau perusahaan distributor juga dikenakan Pajak Penghasilan. Distributor yang dimaksud, mencakup semua badan usaha dalam negeri yang bergerak di bidang usaha industri kertas, semen, baja, farmasi, otomotif, serta industri hulu. - Penjualan Kendaraan Bermotor
Penjualan kendaraan bermotor dari dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan juga importir umum untuk kendaraan bermotor juga dikenakan PPh Pasal 22. - Penjualan Minyak dan Gas
Penjualan minyak dan gas (migas) oleh produsen maupun oleh importir, juga dikenakan PPh Pasal 22 ini. Migas yang dimaksud, mencakup semua jenis bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan juga pelumas. - Pembelian Bahan dari Pedagang Pengumpul
PPh Pasal 22 dikenakan atas pembelian berbagai macam bahan dari para pihak pengumpul atau pengepul untuk kebutuhan industri ekspor oleh eksportir. Selain itu, PPh Pasal 22 juga dikenakan pada industri yang bergerak di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan juga kehutanan. - Penjualan Barang yang Tergolong Sebagai Barang Sangat Mewah
Penjualan barang yang masuk dalam kategori sangat mewah dikenakan PPh Pasal 22, dan perhitungan pajak dari barang tersebut akan dilakukan oleh badan yang bertanggung jawab atas pajak.
3. PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 mencakup semua pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari hadiah atau penghargaan, penyerahan jasa, dan juga modal yang tidak masuk dalam kategori PPh Pasal 21.
PPh Pasal 23 dikenakan saat kedua belah pihak melakukan transaksi. Pihak yang berperan sebagai penjual, pemberi jasa, atau penerima penghasilan dalam transaksi tersebut akan dikenakan PPh Pasal 23.
Sementara, pihak yang berperan sebagai pembeli, penerima jasa, atau pemberi penghasilan dalam transaksi tersebut harus memotong sejumlah nominal yang diberikannya dengan pajak yang telah ditentukan, dan melaporkannya ke kantor pajak.
Adapun, pihak yang berhak memotong PPh atau pihak yang menerima penghasilan adalah sebagai berikut:
- Badan pemerintahan
- Penyelenggara kegiatan tertentu
- Bentuk Usaha Tetap
- Subjek pajak dari badan dalam negeri
- Perwakilan dari perusahaan luar negeri
Selain itu, ada juga wajib pajak yang masuk dalam kategori orang pribadi dalam negeri, sebagaimana tertera dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak KEP-50/PJ/1994, yakni sebagai berikut:
- Dokter, akuntan, arsitek, notaris, pengacara, konsultan yang melakukan pekerjaan secara bebas, dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) selain camat.
- Individu atas nama pribadi, yang menjalankan sebuah usaha yang memiliki penyelenggaraan pembukuan atas pembayaran sewa. Dalam hal ini, pihak tersebut hanya diwajibkan melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa selain sewa bangunan atau tanah saja.
Adapun, pihak yang menerima penghasilan dan dipotong PPh Pasal 23 mencakup bentuk usaha tetap (BUT), dan juga wajib pajak dalam negeri, baik yang beratas nama orang pribadi maupun badan tertentu.
4. PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 merupakan pajak yang dipotong dari penghasilan wajib pajak dari luar negeri atas penghasilan yang tidak berasal dari menjalankan kegiatan usaha yang bersumber di Indonesia.
Pemotongan PPh Pasal 26 ini bersifat final. Artinya, tidak dapat digunakan sebagai kredit pajak atau hal-hal lainnya.
5. PPh Pasal 4 Ayat 2
PPh Pasal 4 Ayat 2 merupakan pajak yang dipotong dari penghasilan dengan perlakuan tersendiri yang telah diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) dan bersifat final.
Penghasilan yang mencakup PPh pasal 4 ayat 2 adalah penghasilan dari bunga deposito suatu bank dan berbagai jenis tabungan lainnya.
Kemudian, penghasilan yang dihasilkan dari transaksi saham atau jenis sekuritas lainnya dalam bursa efek, penghasilan melalui pengalihan harta yang berupa tanah maupun bangunan.
Lalu, penghasilan atas usaha jasa konstruksi, dan juga penghasilan atas diskonto dari surat perbendaharaan negara yang pengenaan pajaknya telah diatur sesuai lewat PP.