Sejarah SBN dan Peranannya dalam Pembangunan Indonesia

Image title
19 April 2024, 14:50
SBN
ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Ilustrasi, gedung Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Pada 1964, untuk membiayai pembangunan nasional, pemerintah kembali menerbitkan obligasi yang dikenal dengan nama Obligasi Pembangunan 1964. Obligasi ini diterbitkan dengan bunga 6% dengan total outstanding sebesar Rp 10 miliar. Namun, obligasi-obligasi tersebut mengalami kegagalan.

Pembayaran kewajiban kacau balau karena pemerintah tak punya uang. Selain itu, harga obligasi juga turun sejak pemerintah melakukan devaluasi rupiah pada 1966.

"Periode ini merupakan masa suram dalam sejarah pengelolaan keuangan negara, dan dalam jangka waktu yang cukup panjang pemerintah berhenti menerbitkan Surat Utang Negara," kata Tarmiden Sitorus dalam Pasar Obligasi Indonesia: Teori dan Praktik.

Era Orde Baru: Obligasi Negara Redup, Digantikan Utang Luar Negeri

Pada masa awal pemerintahan Orde Baru, fokus pemerintah adalah menyelesaikan kewajiban pembayaran obligasi-obligasi yang diterbitkan tahun 1950, 1959, dan 1964.

Pada 1978, pemerintah berusaha mempercepat pelunasan terhadap sisa outstanding seluruh seri obligasi yang masih beredar di masyarakat. Penugasan untuk melaksanakan pelunasan ini, dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Moneter Dalam Negeri (DJMDN).

Terbentuknya DJMDN merupakan salah satu perubahan susunan organisasi Kementerian Keuangan secara besar-besaran pada 1966. Saat itu dibentuk beberapa direktorat baru pada Kementerian Keuangan. Salah satunya Direktorat Jenderal Keuangan, yang pada 1975 diubah menjadi Direktorat Jenderal Moneter (DJM).

Namun, pada 1979, nomenklatur DJM dihapuskan. Sebagai gantinya, pemerintah membentuk Direktorat Jenderal Moneter Dalam Negeri (DJMDN) dan Direktorat Jenderal Moneter Luar Negeri (DJMLN), yang pada 1988 digabung lagi menjadi DJM.

Upaya menyelesaikan kewajiban obligasi lama tidak berjalan mudah. Pelunasan dilaksanakan mulai 16 Maret 1979 di Kantor Kas Negara yang ditunjuk, yaitu sebanyak 23 kantor di seluruh Indonesia. Selanjutnya obligasi-obligasi tersebut dimusnahkan di PN Kertas Padalarang pada 1985.

Kendati sudah kedaluwarsa, masih ada pemegang/ahli waris pemegang obligasi yang mengupayakan permintaan pelunasan. Persoalan ini bahkan menjadi berlarut-larut. Pada 2001 misalnya, Kementerian Keuangan memutuskan tuntutan atas klaim obligasi lama tetap tidak dapat dipenuhi karena sudah kedaluwarsa.

Keputusan tersebut diperkuat dengan putusan pengadilan termasuk putusan atas permohonan kasasi dari pemegang obligasi lama yang memutuskan untuk menolak tuntutan agar pemerintah melunasi obligasi tersebut.

Setelah lama berhenti menerbitkan obligasi, pemerintah kembali melirik sumber alternatif pembiayaan pembangunan ini. Salah satunya dengan menerbitkan obligasi internasional. Pada 1980-an, pemerintah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dalam denominasi Yen di pasar perdana Jepang yang dikenal dengan nama Samurai Bonds.

Penerbitan Samurai Bonds terdiri dari tiga seri dengan nominal masing-masing sebesar 10 miliar yen, yakni Yen Bonds of 1981 – Series 1, Yen Bonds of 1982 – Series 2, dan Yen Bonds of 1983 – Series 3.

Namun, selama Orde Baru, pemerintah lebih mengandalkan pembiayaan pembangunan melalui utang luar negeri ketimbang SBN. Namun, utang luar negeri dengan nominal valuta uang asing berisiko tinggi, akrena sensitif terhadap gejolak nilai tukar. Terbukti, Indonesia akhirnya mengalami krisis ekonomi dan moneter pada 1997.

Surat Berharga Negara SBR005
Ilustrasi, Surat Berharga Negara atau SBN jenis SBR005 (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Era Reformasi: SBN Menjadi Salah Satu Sumber Pembiayaan Andalan Pembangunan

Di era Reformasi, pemerintah kembali melirik penerbitan obligasi sebagai salah satu sumber pembiayaan. Penerbitan surat utang secara legal disahkan dalam Pasal Peralihan UU No. 24/2002 tentang Surat Utang Negara (SUN).

Dalam perkembangannya, SUN menjadi instrumen utama sumber pembiayaan defisit APBN. SUN yang diterbitkan berupa Obligasi Negara seri FR0021, melalui metode bookbuilding.

Pemerintah melakukan pengembangan metode penerbitan SBN, yakni melalui lelang. Pada 8 April 2003, pemerintah berhasil melakukan Lelang Surat Utang Negara untuk kali pertama dengan menerbitkan Obligasi Negara seri FR0022. Kemudian secara bertahap, pemerintah melaksanakan penerbitan SUN reguler di pasar perdana.

Lelang terbaru dilaksanakan pada 17 Oktober melalui sistem lelang Bank Indonesia, dimana pemerintah melelang tujuh SBN, yang berjenis Surat Perbendaharaan Negara (SPN), dan SUN. Ketujuh SBN tersebut, antara lain SPN03240117 (new issuance) dan SPN12241017 (new Issuance), FR0095 (reopening), FR0100 (reopening), FR0098 (reopening), FR0097 (reopening) dan FR0089 (reopening).

Dalam lelang tersebut, total penawaran yang masuk tercatat sebesar Rp 16,98 triliun. Dari total penawaran yang masuk tersebut, total nominal yang dimenangkan sebesar Rp 10,2 triliun.

  • SBN Mulai Membidik Ritel

Pemerintah juga fokus untuk mengembangkan varian SBN untuk memperluas pasar dalam negeri. Pada 2006, pemerintah mulai menawarkan Obligasi Ritel Indonesia (ORI), yang merupakan produk investasi untuk mendekatkan masyarakat dengan pasar surat utang negara.

Pada umumnya, ORI diterbitkan satu seri setiap tahun, namun beberapa kali pemerintah menerbitkan dua seri ORI dalam satu tahun. Misalnya, pada 2023 pemerintah menerbitkan ORI-023 pada Juni lalu dan ORI-024, yang mulai ditawarkan pada 9 Oktober. ORI menjadi salah satu instrumen yang populer di kalangan individu yang ingin berinvestasi dalam instrumen yang stabil dan aman.

Sepanjang penerbtian ORI, nominal penerbitan tertinggi dicatatkan oleh ORI-023, yakni sebesar Rp 28,9 triliun. Sedangkan, nominal penerbitan terendah terjadi saat penawaran ORI-012, sebesar Rp 2,71 triliun.

  • Pembiayaan Merambah Instrumen Syariah

Pemerintah juga mengembangkan surat berharga dengan menggunakan prinsip syariah. Sebagai implementasinya, dikeluarkan kebijakan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) melalui UU Nomor 19 tahun 2008. Tak lama setelah diundangkan, pemerintah menerbitkan SBSN untuk kali pertama pada 26 Agustus 2008 melalui bookbuilding yakni seri Islamic Fixed Rate IFR001.

Melalui SBSN ini, pemerintah juga menyerap dana yang cukup signifikan. Pada lelang 10 Oktober lalu misalnya, pemerintah menyerap dana sebesar Rp 5 triliun dari lelang enam seri SBSN atau sukuk negara.

Sama seperti obligasi konvensional, pemerintah juga merancang jenis sukuk untuk investor ritel, yang kemudian dinamakan Sukuk Ritel. SBSN untuk ritel ini, pertama kali diterbitkan pada 2009, melalui penerbitan Sukuk Ritel Seri SR001.

Seri pertama Sukuk Ritel tersebut diserbu 14.295 orang investor, dengan total nilai penjualan SR001 mencapai Rp 5,55 triliun. Terbaru, pemerintah menawarkan SR019 pada 1-20 September.

PEMBELIAN SUKUK TABUNGAN ST006
Ilustrasi, pembelian SBN jenis Sukuk Tabungan ST006 (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Penawaran sukuk ritel terbaru ini mencatatkan hasil yang positif, pemerintah berhasil meraup dana sebesar Rp 25,3 triliun. Penawaran SR019 juga mencatatkan rekor jumlah investor, yakni mencapai 62.083 investor.

Sebagai informasi, badan yang mendapat tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan di bidang pengelolaan pinjaman, hibah, surat berharga negara, dan risiko keuangan, adalah DJPPR.

Direktorat ini dibentuk melalui Peraturan Menteri Keuangan 206/PMK.01/2014, dan merupakan hasil integrasi antara Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, yang sebelumnya merupakan unit eselon II pada Badan Kebijakan Fiskal (BKF), dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), yang kini telah berganti nama menjadi Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR).

Saat ini, optimalisasi pembiayaan utang yang bersumber dari penerbitan SBN, baik lewat penawaran SUN, SBSN, ORI, maupun Sukuk Ritel, lebih dipilih daripada pinjaman luar negeri untuk pembiayaan defisit APBN.

SBN merupakan sumber pendanaan APBN yang sangat penting. Penerbitannya juga merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik, menyediakan alat manajemen likuiditas dan risiko kepada lembaga keuangan, serta menyediakan alat pengelolaan mata uang kepada Bank Indonesia.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...