IHSG Diproyeksi Menguat, Tiga Saham Ini Bisa Bawa Cuan di Pekan Depan

Lona Olavia
7 Mei 2023, 13:27
IHSG Diproyeksi Menguat, Tiga Saham Ini Bisa Bawa Cuan di Pekan Depan
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/YU
Karyawan memotret layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/2/2023). Perdagangan IHSG di akhir pekan ini ditutup melemah 17,04 poin atau 0,25 persen ke posisi 6.880,3.

Tekanan yang terjadi pada IHSG diantaranya adalah berasal dari katalis global diantaranya adalah hasil FOMC The Fed yang memutuskan untuk kembali menaikan suku bunga sebesar 25 bps di level 5%-5,25%. Hal tersebut dilakukan The Fed sebagai upaya untuk meredamkan tingkat inflasi yang masih jauh di atas target The Fed yakni 2%.

“Keputusan The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan pada FOMC kemarin telah di antisipasi oleh pelaku pasar sebelumnya. Namun hal tersebut mendorong kekhawatiran global akan berlanjutnya krisis likuiditas yang terjadi di sektor perbankan Amerika Serikat. Apalagi beberapa perbankan Amerika Serikat mengklaim memiliki rencana untuk melakukan penjualan kepemilikan asetnya,” kata Chisty.

Selain itu, kekhawatiran di Amerika Serikat juga perihal adanya potensi kegagalan membayar utang yang tercatat sudah melambung hingga US$ 3,46 triliun pada Juni 2023. Kegagalan tersebut terjadi karena penerimaan pajak sejauh ini lebih rendah dibandingkan proyeksinya.

Kekhawatiran lainnya pada pasar global juga berasal dari rilisnya GDP (Gross Domestic Product) Amerika Serikat pada kuartal I 2023 yang berada pada level 1,1% secara kuartalan, lebih rendah dari pencapaian kuartal sebelumnya yang tercatat di level 2,6%. Hal ini mengindikasikan perlambatan ekonomi Amerika Serikat di tahun 2023 ini akan terjadi di tengah pengetatan kebijakan moneter yang terus dilakukan oleh The Fed.

“Katalis negatif lainnya yang menekan pergerakan IHSG berasal dari terkoreksinya beberapa harga komoditas, diantaranya adalah batu bara, nikel, dan CPO,” ujar ia.

Harga komoditas-komoditas tersebut terkoreksi dampak dari penurunan permintaan global akibat kekhawatiran mengenai potensi perlambatan ekonomi global.

“Katalis negatif tersebut kami proyeksikan merupakan sentimen sesaat, dan bukan merupakan suatu konfirmasi fenomena sell in may and go away benar akan terjadi. Sebab sentimen dari data ekonomi dalam negeri sejauh ini masih sangat positif,” ucap Chisty.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...