Dirjen Pajak Tanggapi Ide Pembebasan PPN untuk Genjot Minat Belanja
Sejalan dengan Ken, ia pun menegaskan, dari sudut pandang pajak, tidak ada penurunan daya beli. Secara rinci, per 23 Oktober, penerimaan PPN secara agregat tumbuh sekitar 16% secara tahunan, terdiri atas PPN dalam negeri tumbuh 15% dan impor 20%.
Secara sektoral, pajak dari industri telah mencapai Rp 224,95 triliun atau tumbuh 16,63%. Lalu, dari sektor perdagangan sudah mencapai Rp 134,74 triliun atau tumbuh 18,74%. Pajak dari sektor keuangan mencapai Rp 104,92 triliun atau tumbuh 9,08%.
Kemudian, pajak di sektor pertambangan sudah mencapai Rp 31,66 triliun atau tumbuh 30,16%. Lalu informasi dan komunikasi Rp 32,19 triliun atau naik 4,62%. Sektor Konstruksi pajaknya sebesar Rp 35,4 triliun atau tumbuh 2,46%. Pajak sektor lainnya mencapai Rp 156,19 triliun atau meningkat 10,7%.
Di sisi lain, PPh secara agregat sudah tumbuh sekitar 25%. Salah satu penunjangnya adalah penerimaan dari PPh 21. "PPh 21 tumbuh 15-16%," kata Yon. (Baca juga: Penerimaan Baru 60%, Ditjen Pajak Sandera Penunggak Pajak Tiap Hari)
Melihat perkembangan yang ada, ia bahkan optimistis target penerimaan pajak yang mencapai Rp 1.283,54 triliun tahun ini bisa tercapai. Apalagi, masih ada potensi dari PPN Surat Berharga Negara (SBN) valuta asing (valas) saat wajib pajak menjual obligasi. Selain itu, ada juga PPN dari pengalihan tanah dan bangunan. "Itu semua kami belum terima," ujar dia.