RUU Larangan Minuman Beralkohol yang Merontokkan Saham Produsen Bir

Image title
13 November 2020, 18:47
minuman beralkohol, emiten bir, emiten minuman beralkohol, saham, multi bintang indonesia, delta djakarta,bir, minuman keras, saham syariah, bursa efek indonesia, RUU pelarangan minuman beralkohol
123RF.com/Daniil Peshkov

Selain itu, prospek bisnis emiten minuman beralkohol tidak lantas kandas karena adanya Undang-Undang tersebut, karena perusahaan masih bisa menyasar pasar ekspor. "Perusahaan bisa mendorong penjualan ke luar negeri, jika di dalam negeri ada pembatasan," kata William kepada Katadata.co.id, Jumat (13/11).

Masalahnya, selama ini fokus penjualan produk kedua emiten tersebut ada di pasar domestik. Penjualan domestik Multi Bintang Indonesia hingga triwulan III 2020 mencapai Rp 1,27 triliun, sedangkan ekspor Rp 12,99 miliar. Begitu pula dengan Delta Djakarta yang tercatat penjualannya di pasar domestik mencapai Rp 371,69 miliar, sedangkan ekspor hanya Rp 887,25 juta.

Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas menilai dengan adanya rencana pelarangan minuman beralkohol, membuat prospek kedua emiten tersebut menjadi kurang bagus. Pasalnya kinerjanya bisa turun dan secara tidak langsung, ke depan valuasinya akan kurang menarik.

"Meskipun sekarang harga sudah turun signifikan dan termasuk diskon dibandingkan harga tahun sebelumnya, sarannya wait and see dulu saja (saham kedua emiten)," katanya kepada Katadata.co.id, Jumat (13/11).

Berdasarkan analisisnya, saham kedua emiten ini bakal turun. Saham Multi Bintang Indonesia berpotensi turun hingga di harga Rp 5.925 per saham alias bisa anjlok hingga 30% dari harga saat ini. Sementara, saham Delta Djakarta berpotensi turun hingga ke harga Rp 2.550 per saham atau anjlok 36% dari harga saat ini.

Meski begitu, Sukarno menilai ada kemungkinan RUU ini malah menjadi sentimen positif bagi kedua saham tersebut walau secara umum semua jenis minuman beralkohol dilarang. Sebab, menilik dari draft RUU Pasal 8 memberi pengecualian untuk kepentingan terbatas.

Pada ayat 2 menyebutkan pengecualian ini meliputi kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai kepentingan terbatas diatur dalam Peraturan Pemerintah.

"Pasti ada ketentuan-ketentuan yang harus memenuhi syarat yang dibolehkan (menjual minuman beralkohol)," kata Sukarno.

Draf undang-undang yang terdiri dari tujuh bab dan 24 pasal itu menyebtukan minuman beralkohol yang terlarang diklasifikasi berdasarkan golongan dan kadarnya. Misalnya, golongan A merupakan minuman dengan kadar etanol atau C2H5OH lebih dari satu sampai lima persen. Sementara golongan B sebagai minuman berkadar etanol lebih dari lima sampai 20 persen. Terakhir, golongan C yang memiliki kadar etanol lebih dari 20 sampai 55 persen.

“Selain minuman beralkohol berdasarkan golongan sebagaimana dimaksud pada ayat satu, dilarang minuman beralkohol yang meliputi minuman beralkohol tradisional dan minuman beralkohol campuran atau racikan,” demikian bunyi ringkasan Pasal 4 Ayat 2 draf tersebut yang dikutip Katadata.co.id, Kamis (12/11).

Sebelumnya, Anggota Komisi X DPR RI Illiza Sa'aduddin Djamal menyatakan aturan ini untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif minuman beralkohol. Selain itu, bila menjadi undang-undang, akan menciptakan ketertiban dan ketenteraman di masyarakat dari para peminumnya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...