Bank Dunia Soroti Aturan Upah Tenaga Kerja Hambat Kemudahan Berbisnis

Dwi Hadya Jayani
26 Oktober 2019, 06:38
Bank Dunia, kemudahan berbinis, aturan tenaga kerja
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi. Bank Dunia mencatat reformasi kebijakan RI belum dapat mendongkrak peringkat Indonesia dalam kemudahan berbisnis.

(Baca: Pengusaha dan Buruh Kompak Mengeluh Upah Minimum Naik 8,51%)

Indonesia Agresif Mereformasi Kemudahan Berbisnis

Indonesia dinilai agresif melakukan beberapa reformasi kebijakan kemudahan berbisnis mencakup memulai berbisnis, mendapatkan listrik, pembayaran pajak, perdagangan lalu lintas barang, dan penegakan kontrak.

Skor tertinggi terdapat pada indikator memulai berbisnis sebesar 81,2, naik 1,8 dari 2019 yang sebesar 79,4. Indikator tertinggi selanjutnya terdapat pada perizinan konstruksi dan mendapatkan listrik dengan masing-masing 66,8 dan 87,3.  Berikut Databoks indikator kemudahan berbisnis:

Indikator kemudahan bisnis pertama dapat dilihat dari memulai bisnis (starting business) di Indonesia, khususnya Jakata, dipermudah dengan mengenalkan perizinan atau lisensi bisnis lewat platform online. Selain itu, pemerintah juga telah mengganti dokumen cetak dengan dalam bentuk elektronik.

Kedua, dalam memperoleh listrik (getting electricity) sebagaimana perkembangan yang terjadi di Surabaya. Di kota ini, terdapat renovasi dan peningkatan pemeliharaan jaringan listrik, serta kapasitas pembangkit listrik yang lebih tinggi sehingga sambungan listrik lebih cepat.

Ketiga, berkaitan dengan kemudahan pembayaran pajak (paying taxes) yang terjadi di Jakarta dan Surabaya. Reformasi perpajakan ini berupa sistem pengarsipan dan pembayaran online untuk pajak utama.

(Baca: Solusi Bank Dunia agar Indonesia Lolos dari Middle Income Trap)

Selain itu, kemudahan perdagangan lintas barang (trading across borders) di Jakarta dan Surabaya menjadi lebih mudah dengan adanya proses deklarasi pabean ekspor yang menggunakan sistem online.

Terakhir, aspek yang berkaitan dengan penegakan kontrak (enforcing contracts) berupa sistem manajemen kasus elektronik untuk penegakkan hukum. Namun, untuk aspek memulai bisnis, perdagangan lintas barang, dan penegakan kontrak masih menjadi catatan lantaran berada di peringkat di atas 100.

Tercatat, aspek memulai bisnis berada di peringkat 140, perdagangan lintas barang di peringkat 116, dan penegakan kontrak di peringkat 139.

Peringkat tersebut masih jauh dari harapan Presiden Jokowi yang menargetkan posisi 40 atau setara dengan posisi Serbia. Indonesia memperoleh skor sebesar 69,6. Sementara Serbia yang menjadi target pemerintah berada di peringkat 44 dengan skor 75,7.

(Baca: Bank Dunia Pangkas Lagi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia)

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...