Dikritik Economist, Istana Bantah Kebijakan Populis Jelang Pilpres

Michael Reily
28 Januari 2019, 19:51
infrastruktur
Arief Kamaludin|KATADATA

Menurut Erani, realisasi penanaman modal dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Jika memerhatikan perkembangan ekonomi global, pertumbuhan ekonomi dunia mulai melambat sejak 2011. Pada 2010, pertumbuhan ekonomi global mencapai 5,4%; turun menjadi 4,1% pada 2011; kemudian 3,4% pada 2012.

Begitu pun dengan perekonomian global. Pada tahun 2013, ekonomi global pun hanya terakselerasi 3,3% dan mencapai titik terendah pada 2015 sebesar 3,1%. "Pola yang demikian mengikuti pergerakan penanaman modal dunia," kata Erani.

Sementara di Indonesia, pada 2012 total penanaman modal tumbuh hingga 24% dan mencapai puncak tertinggi pada 2013 dengan pertumbuhan sebesar 27%. Namun, realisasi tersebut turun signifikan dan hanya tumbuh 16% pada 2014.  Pada 2017, tren pertumbuhan penanaman modal mencapai 13%. Namun menurutnya, tren tersebut lebih baik dari capaian  pertumbuhan sebbesar 12% per 2016. Adapun secara rata-rata, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tumbuh di atas 20% sejak 2016.

(Baca: IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi, Darmin: Kami Masih Optimistis Capai 5,3%)

Hal lain yang menjadi sorotan The Economist tentang janji kampanye Jokowi  pada 2014 yang menyatakan di akhir masa pemerintahan yang menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 7%, namun hal itu terjadi pertumbuhan PDB hanya bergerak di kisaran 5% selama ia menjabat. Pada 2019, prospek perekonomian dunia pun diprediksi tidak  lebih baik karena  bank sentral telah menaikkan suku bunga sebanyak enam kali dalam sembilan bulan terakhir. 

Sementara menurut perhitungan Bank Dunia, pertumbuhan Indonesia di angka 5,5% saat Jokowi menjabat. Pertumuhan ekonomi bisa meningkat lebih tunggi jika Indonesia menghidupkan kembali geliat sektor manufaktur dan menjadi bagian dari rantai pasok global. 

Menanggapi masalah pertumbuhan ekonomi tersebut, Erani menyebut indikator makro ekonomi Indonesia tetap solid dan cenderung membaik. Dia pun mendasarkan indikator pertumbuhan ekonomi tersebut pada sejumlah hal, seperti tren pertumbuhan ekonomi Indonesia justru naik dari 5,01% pada triwulan ketiga 2014 menjadi 5,17% pada triwulan ketiga 2018. Lebih baik daripada penurunan pada periode 2011-2015, dari 6,4% pada 2011 menjadi 4,9% pada 2015.

Kemudian tingkat  kemiskinan turun dari 11% tahun 2014 menjadi 9,6% pada 2018. Pengangguran pun ikut turun dari 5,94% pada 2014 menjadi 5,3% dan ketimpangan pendapatan turun dari 0,4 pada 2014 menjadi 0,38 pada 2018.

Terakhir,  menjawab kritikan The Economist tentang infatsruktur Erani mengatakan Jokowi telah menyelesaikan pembangunan infrastruktur  yang tertunda serta membuat pembangunan baru. Mengutip rilis World Economic Forum (WEF) 2017-2018, bahwa Infrastruktur bukan lagi menjadi tiga masalah utama daya saing di Indonesia. Infrastruktur telah menempatkan Indonesia sebagai negara yang berdaya saing dan mampu menekan inflasi ke tingkat terendah dalam beberapa tahun terakhir.  

Karenanya, infrastruktur juga menjadi cara pemerintah untuk menjamin keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. "Pembangunan infrastruktur terfokus di Jawa dan kini sudah disebar ke seluruh kawasan dan memastikan pertumbuhan ekonomi akan terdongkrak dalam jangka panjang," ujar Erani.

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...