Dilema Menghemat Belanja saat Ekonomi Lesu & Shortfall Pajak Mengancam

Agustiyanti
25 November 2020, 06:30
shortfall pajak, penghematan belanja, penerimaan pajak, defisit anggaran, defisit APBN
123RF.com/Sembodo Tioss Halala
Ilustrasi.

"Terutama untuk anggaran program PEN yang realisasinya masih rendah," kata David kepada Katadata.co.id, Selasa (24/11). 

Hingga 18 November, realisasi anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional mencapai Rp 408,6 triliun atau 58,7% dari target.  Anggaran dukungan UMKM mencapai Rp 96,61 triliun atau 84,41% dari target, disusul perlindungan sosial Rp 193,07 triluun atau 82,4%, dan anggaran sektoral K/L dan pemda Rp 35,33 triliun atai 53,6%. Sementara realisasi anggaran untuk kesehatan baru mencapai Rp 37,31 triliun atau 38,4% target, insentif usaha Rp 44,29 triliun atau 36,7%, dan pembiayaan korporasi Rp 2 triliun atau 3,2% target. 

David memperkirakan realisasi anggaran PEN hingga akhir tahun hanya akan mencapai 80% dari target. Sementara secara keseluruhan, realisasi belanja negara diproyeksi hanya mencapai 90% dari target. 

"Ini sebenarnya tidak bagus karena mengulang siklus tahun-tahun sebelumnya. Padahal, belanja pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendorong ekonomi dalam kondisi saat ini," katanya.

Dengan kondisi tersebut, menurut dia, perekonomian pada kuartal keempat tetap akan terkontraksi meski lebih baik dibandingkan kuartal ketiga. Konsumsi pemerintah tetap akan menjadi penopang dengan kontribusi lebih besar dibandingka kuartal ketiga meski tak sesuai harapan. 

"Tahun depan  diharapkan belanja lebih baik dengan elektronifikasi sehingga pemulihan ekonomi dapat lebih cepat," katanya. 

Kementerian Keuangan mencatat, belanja negara hingga Oktober mencapai Rp 2.041,8 triliun ata 74,5% dari target. Realisasi tersebut hanya sedikit lebih baik dibandingkan Oktober 2019 yang mencapai 73% dari target. Belnja pemerintah pusat mencapai Rp 1.343,8 triliun atau 68% dari target dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Rp 698 triliun atau 91% dari target.

Realisasi belanja pemerintah pusat terdiri dari  belanja kementerian/lembaga Rp 836,4 triliun atau 86,8% dan belanja non k/l Rp 1.138,9 triliun atau 54,3%. Meski masih rendah dari target, belanja K/L naik 14,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sedangkan belanja non K/L naik 26,8%.

Adapun transfer ke daerah telah mencapai Rp 637,5 triliun atau 92% target dan dana desa Rp 60,5 triliun atau 85% target. Namun, realisasi belanja daerah masih rendah yakni baru mencapai 62,77% target. 

Pendapatan negara secara keseluruhan lebih baik dibandingkan penerimaan pajak yakni mencapai 75% dari target atau Rp 1.276,9 triliun. Penerimaan bea dan cukai mencapai Rp 208,8 triliun, penerimaan Negara Bukan Pajak Rp 278,8 triliun, dan penerimaan hibah Rp 1,3 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi defisit anggaran hingga Oktober telah mencapai 4,67% terhadap Produk Domestik Bruto. Namun, masih berada di bawah target yang dipatok pemerintah hingga akhir tahun Rp 1.039,2 triliun atau 6,34% terhadap PDB. 

"Defisit APBN 2020 masih cukup baik jika dibandingkan negara lain. APBN melaksanakan fungsinya secara countercyclical," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA Edisi November 2020, Senin (23/11).

Untuk menutup defisit anggaran, pemerintah telah merealisasikan pembiayaan utang sebesar  Rp 928,4 triliun, naik 143% dari Rp 382 triliun. Angka tersebut mencapai 89,3% dari target pembiayaan tahun ini.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...