Terancam Gagal Bayar Utang, Pemerintah AS Minta Tolong Bank-bank Besar

Happy Fajrian
23 September 2021, 21:44
gagal bayar, utang amerika, amerika serikat,
ANTARA FOTO/REUTERS/Tom Brenner/hp/cf
Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Amerika terancam gagal membayar utangnya sebesar US$ 28,4 triliun atau Rp 404.502 triliun, meminta bantuan perusahaan keuangan besar di Wall Street.

“Departemen Keuangan akan kehabisan uang untuk membayar utang obligasi pemerintah AS sekitar bulan Oktober,” kata Yellen. “Default seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah AS”.

Meski demikian, Pemerintahan Joe Biden masih bisa menaikkan plafon utang melalui prosedur jalur cepat yang tak membutuhkan dukungan dari Partai Republik, jika RUU itu terjegal di DPR. Pasalnya, Partai Republik kemungkinan bertahan dengan penolakan mereka terhadap RUU ini.

Suara anggota Demokrat yang dominan di DPR AS sebanyak 220 orang menyetujui RUU tersebut. Adapun Partai Republik, mengatakan akan berjuang menghentikan ketentuan batas utang tersebut dalam pembahasan di Senat.

Partai Republik masih belum menyetujui penambahan plafon utang dan meminta klausul tersebut dicabut dari RUU tersebut. Pemimpin Republik di Senat, Chuck Schumer, menilai kenaikan plafon utang dapat membawa malapetaka ekonomi.

Meskipun utang AS meningkat hampir US$ 8 triliun di bawah Presiden Donald Trump, Partai Republik bersikeras bahwa mereka akan menolak untuk membantu Demokrat meningkatkan pagu utang.

Utang Amerika Serikat terus meningkat dan telah melampaui produk domestik brutonya (PDB). Pada akhir tahun lalu, PDB AS mencapai sekitar US$ 21 triliun.

Mengutip Washington Post, Kepala Ekonom Moody’s Analytics Mark Zandi menilai, kebuntuan berkepanjangan atas plafon utang akan merugikan ekonomi AS hingga 6 juta pekerja, memangkas pendapatan rumah tangga hinga US$ 15 triliun, dan mengirim tingkat pengangguran melonjak menjadi 9% dari saat ini 5%.

“Skenario ekonomi ini adalah bencana besar. Penurunan yang ditimbulkan akan sebanding dengan yang diderita selama krisis keuangan tabun 2008,” demikian tertulis dalam laporan Zandi dan Bernard Yaros, Asisten Direktur dan Ekonom Moody’s Analytics.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...