Sri Mulyani Sebut Harga Komoditas Penyebab Penerimaan BK Melesat 868%

Abdul Azis Said
26 November 2021, 09:24
Sri Mulyani, bea keluar, ekspor, komoditas
Youtube/Kemenkeu RI
Menteri Keuangan Sri Mulyani

Lonjakan nilai ekspor yang didorong oleh kenaikan harga komoditas serta permintaan luar negeri ikut mendongkrak penerimaan negara dari sisi kepabeanan. Pada periode Januari-Oktober 2021, Kementerian Keuangan mencatat penerimaan bea keluar (BK) melesat 868,61% dari tahun lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan penerimaan dari bea keluar sepanjang Januari-Oktober sebesar Rp 4,07 triliun.

Nilai tersebut bertambah Rp 750 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Selain itu, realisasi ini juga jauh di atas capaian tahun lalu yang hanya sebesar Rp 470 miliar, serta tahun 2019 sebesar Rp 580 miliar.

"Bea keluar lebih dinamis namun terjadi lonjakan untuk pertumbuhan akumulatifnya melonjak sangat tinggi sejak bulan Maret yang lalu, dan bertahan pada level yang sangat tinggi yaitu delapan kali lipatnya dibanding kondisi tahun sebelumnya," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA edisi November, Kamis (25/11).

 Sri Mulyani mencatat penyumbang utama bea keluar ini dari ekspor kelapa sawit dan turunannya serta tembaga.

Nilai ekspor dua komoditas tersebut melonjak bukan hanya dari sisi volume tetapi juga karena adanya kenaikan harga.

Badann Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor bulan lalu US$ 22,03 miliar, naik 6,89% dibandingkan bulan sebelumnya atau 53,35% dibandingkan Oktober tahun lalu.

Ekspor industri pengolahan merupakan kontributor terbesar pada komposisi ekspor RI sebesar 73% dari total ekspor, dengan pertumbuhan 36,5% secara tahunan.

Adapun kenaikan tertinggi pada komponen ini yaitu pada ekspor minyak kelapa sawit yang melesat 76,54% secara tahunan.

 Selain industri pengolahan, sektor pertambangan menjadi salah satu penyokong kenaikan ekspor bulan lalu.

kinerja ekspor pertambangan dan lainnya tumbuh 20,11% dibandingkan September bahkan 190,57% dibandingkan Oktober 2020. Selain batu bara dan lignit, komoditas yang mencatat kenaikan tertinggi pada ekspor biji tembaga 55,72%.

Selain ekspor, BPS juga mencatat kinerja impor naik 0,36% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 16,29 miliar. Secara tahunan impor naik 51,06%.

Kenaikan impor juga mendorong penerimaan dari bea masuk ikut naik. Sri Mulyani mencatat penerimaan bea masuk hingga Oktober mencapai Rp 3,27 triliun.

Realisasinya naik 54,12% dari tahun lalu, tapi masih lebih rendah dari capaian tahun 2019 sebesar Rp 3,31 triliun.

"Kalau dilihat bea masuk terlihat sekali momentum kenaikan makin bulan makin melonjak," kata Sri Mulyani.

 Peningkatan pada impor juga mendorong penerimaan beberapa jenis perpajakan juga naik.

Penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) 22 impor sepanjang Januari-Oktober 2021 tumbuh 21,6% secara tahunan, pembalikan setelah terkontraksi 45,3% pada periode yang sama tahun lalu.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor juga melesat 32,3%, pertumbuhan tertinggi dibandingkan jenis penerimaan pajak lainnya.

Dengan membaiknya kinerja bea masuk dan keluar tersebut, Sri Mulyani mencatat penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai hingga Oktober mencapai Rp 205,78 triliun.

Nilainya naik 25,47% dari tahun lalu, dan sudah mencapai 95,73% dari target penerimaan tahun ini.

Selain disumbangkan penerimaan bea masuk dan bea keluar, penerimaan kepabeaan dan cukai sebagian besar disumbangkan oleh penerimaan cukai. Adapun penerimaan cukai tumbuh 10,3% dari tahun lalu.

Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Maesaroh

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...