Rupiah Melemah Dekati Rp14.900 per Dolar, Dipicu Kekhawatiran Utang AS
Data penjualan ritel AS bulan April menunjukkan pertumbuhan 0,4% setelah dua bulan berturut-turut menunjukkan penurunan tetapi lebih rendah dari perkiraan pasar. Data produksi industri AS bulan April juga menunjukan pertumbuhan 0,5% dari bulan sebelumnya, di atas ekspektasi pasar 0,1%.
"Rupiah berpeluang melemah lagi terhadap dollar AS hari ini karena data ekonomi AS membaik dan petinggi Bank Sentral AS tidak mendukung pemangkasan suku bunga acuan dalam waktu dekat," kata analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra dalam catatannya pagi ini.
Dua petinggi Bank Sentral AS, Austan Goolsbee dan Loretta Mester menegaskan belum waktunya membicarakan penurunan suku bunga acuan karena tingkat inflasi masih tinggi. Komentar ini membalikan ekspektasi pasar sebelumnya yang memperkirakan sinyal dovish dengan kemungkinan jeda kenaikan bunga The Fed.
Sementara itu, Ariston menyebut pelaku pasar juga masih mewaspadai potensi gagal bayar utang AS. Meskipun pembicaraan mengenai kenaikan batas atas utang dikabarkan mengalami kemajuan, ia melihat pasar masih risau karena belum tercapai kesepakatan.
"Kekhwatiran ini mendorong pelaku pasar masuk ke aset aman dolar AS," ujarnya.
Di sisi lain, membaiknya data pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal pertama yang positif 1,6% dibandingkan kuartal sebelumnya yang turun 0,1% bisa memberi sentimen positif ke aset berisiko.
Dengan berbagai sentimen tersebut, Ariston memperkirakan rupiah akan melemah ke arah Rp 14.850-14. M880, dengan potensi support di sekitar Rp 14.800 per dolar AS.