Waspada Efek Buruk Tipisnya Selisih Suku Bunga BI dan The Fed

Abdul Azis Said
27 Juli 2023, 17:59
The Fed, suku bunga
123RF.com/normaals
Ilustrasi. Pasar berekspektasi The Fed masih akan menaikkan suku bunganya satu kali lagi pada September, sedangkan BI telah memberikan sinyal kuat tidak akan menaikkan suku bunga ke depan meski The Fed masih hawkish.

"Namun demikian, penting bagi BI untuk tetap mewaspadai perkembangan ekonomi global yang masih diwarnai dengan ketidakpastian yang signifikan," ujarnya. 

Rupiah Tak akan Terguncang

Bagaimana jika The Fed benar-benar menaikkan bunga lagi pada September? Jika itu terjadi, maka selisih antara suku bunga BI dan suku bunga tengah The Fed hanya tersisa 10 bps. 

Analis pasar uang PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra menilai rupiah berpotensi tertekan jika The Fed kembali menaikkan suku bunga pada September. Namun, menurut dia, tekanannya tidak akan terlalu besar karena pasar saat ini sudah mengantisipasi kenaikan tersebut  atau price in.  

Menurut dia, pasar masih akan mengamati sinyal yang diberikan para pejabat The Fed beberapa waktu ke depan Jika inflasi Amerika Serikat terus turun, bukan tidak mungkin The Fed akan memberi sinyal dovish pemangkasan suku bunga.

"Kalau sinyal itu yang ditangkap pelaku pasar, dolar AS justru akan tertekan lagi terhadap nilai tukar lainnya," kata Ariston.

Namun, menurut dia, masih banyak faktor yang bisa mempengaruhi pasar hingga akhir tahun ini. Menurut dia, ada kemungkinan faktor-faktor baru yang belum diketahui muncul dan menjadi perhatian pasar. Oleh karena itu, ia memperkirakan rupiah akan berada dalam rentang Rp 14.500- Rp 15.200 per dolar AS hingga akhir tahun. 

Ekonom senior KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana menerangkan, dampak kenaikan suku bunga The Fed juga akan terlihat pada imbal hasil obligasi pemerintah. Namun, menurut dia, imbal hasil yang ditawarkan aset Indonesia saat ini masih cukup menarik meski selisih suku bunga BI dan The Fed makin menipis. Tingkat yield SBN benchmark 10 tahun saat ini masih di level 6,2%, berjarak 240 bps di atas tenor yang sama US Treasury.

Meski selisih yield SBN dan obligasi pemerintah untuk tenor 10 tahun semakin menyempit, kondisinya belum separah pada 2008. Obligasi pemerintah masih menarik selama selisih imbal hasil dengan obligasi AS masih di atas 150 bps. 

"Faktor yang sebenarnya bisa mendukung SBN atau membuat aset portofolio kita makin menarik adalah kondisi fundamental," ujar Fikri saat dihubungi melalui panggilan telepon, Kamis (27/7).

Kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini memang masih lebih baik dibandingkan Amerika Serikat. Selain itu, kinerja pengelolaan fiskal Indonesia juga jauh lebih baik dengan defisit anggaran yang akan lebih kecil dari target, sangat berbeda dengan AS yang justru sempat diterpa isu pembengkakan plafon utang belum lama ini.

Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mewaspadai dampak tekanan ekonomi global, termasuk kenaikan suku bunga AS terhadap APBN. Salah satunya, dengan mengelola portofolio utang. 

Ia menjelaskan, tren pembiayaan utang menurut pada semester pertama tahun ini. Realisasinya bahkan belum mencapai seperempat target tahun ini yakni Rp 196,9 triliun dari target APBN Rp 696,3 triliun. 

 "Tren ini harus dijaga, karena situasi global yang cenderung dengan kenaikan suku bunga tinggi dan volatilitas tinggi. Exposure pembiayaan utang harus dijaga di level aman, yang dilakukan dengan menurunkan pembiayaan utang," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (24/7). 

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...