Penerimaan Pajak Dibayangi Pelemahan Harga Komoditas di Akhir 2023
Hingga Oktober 2023, Kemenkeu mencatat realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 1.523,7 triliun atau 88,6% dari target yang ditetapkan pada APBN 2023. Pada periode tersebut, penerimaan pajak hanya tumbuh 5,3%, atau tidak setinggi Oktober tahun lalu sebesar 51,7%.
Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar Fajry memprakirakan, penerimaan pajak akan melambat sampai akhir 2023 karena harga komoditas yang masih lesu serta basis penerimaan pajak tahun lalu yang sudah terlalu tinggi.
"Untuk penerimaan pajak tahun ini saya masih optimis. Masih ada peluang untuk mencapai target penerimaan. Tapi untuk cukai, itu sudah sulit untuk mencapai target penerimaan. Untuk cukai, proyeksi saya hanya 94% dari target," ujar Fajry kepada Katadata.co.id, Sabtu (2/11).
Tak berbeda, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga optimis penerimaan pajak tahun ini masih cukup solid seiring dengan proyeksi proyek pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,0% - 5,2%. Pertumbuhan akan berasal dari peningkatan konsumsi dan kinerja pelaku usaha yang mendorong penerimaan PPN serta PPH.
"Selain itu, kami masih perkirakan bahwa penurunan harga komoditas di tahun depan tidak akan sedalam tahun ini, sehingga dampaknya terhadap penerimaan pajak cenderung lebih terbatas," kata Josua.
Di tengah pelemahan harga komoditas, Menteri Keuangan Sri Mulyani masih optimis bisa capai target penerimaan pajak sebesar Rp 1.818,24 triliun sampai akhir 2023.
"Tentu kita mendorong pada dua bulan terakhir ini bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk mencapai target yang sudah ditetapkan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa pada Jumat (24/11).
Menkeu membenarkan bahwa pertumbuhan penerimaan pajak mulai melambat. Namun bagi Sri Mulyani, penerimaan pajak tidak mungkin selalu tumbuh di atas 50%. Sehingga, adanya normalisasi dari level penerimaan pajak adalah sesuatu yang sudah diantisipasi oleh pemerintah.
Secara rinci, realisasi PPh nonmigas tercatat mencapai Rp 836,79 triliun atau 95,7% dari target. Sementara, realisasi PPN/PPnBM telah mencapai Rp 599,18 triliun atau 80,65% dari target.
Kemudian, realisasi PPh migas tercatat sudah mencapai Rp 58,99 triliun atau 96% dari target. Meski hampir mencapai target, kinerja PPh migas justru turun 13,2% bila dibandingkan dengan realisasi Oktober tahun lalu.
"Harga migas memang mengalami penurunan dan lifting migas yang mengalami penurunan, sehingga meski capaian PPh migas tercapai 96%. Namun sebenarnya turun 13,2%," ujarnya.
PPh Migas mengalami kontraksi akibat moderasi harga minyak bumi dan gas alam. Akibatnya, kinerja penerimaan pajak melambat dibandingkan tahun sebelumnya, terutama penurunan signifikan harga komoditas, nilai impor dan tidak berulangnya Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak.
"Bea cukai mengalami tekanan terutama dari bea masuk yang kalau kita lihat di sini mencapai Rp 41,4 triliun, itu 87,1% [dari target] dan tumbuhnya sangat tipis hanya 1,8%," kata Menkeu.
Sementara itu, untuk bea keluar tercatat mengalami kontraksi sangat dalam. Hal ini karena harga komoditas mengalami penurunan yang sangat tinggi seperti CPO, tembaga dan bauksit.
“Untuk cukai yang kita terima ada dua komoditas yaitu rokok hasil tembakau dan MMEA. Kalau kita lihat dari rokok, telah terkumpul Rp 163,2 triliun, ini artinya 70,2% dari total target tahun ini," ucapnya.
Untuk cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) telah tercapai Rp 6,3 triliun, atau 72,9% dari target APBN. Nilai ini hanya tumbuh tipis 0,6% dari tahun lalu karena mulai pulihnya industri pariwisata dan juga produksi dalam negeri.
Sementara, realisasi PNBP telah melebihi target APBN di tengah fluktuasi harga komoditas. Capaian ini terutama berkat kontribusi dari peningkatan pendapatan sumber daya alam nonmigas, pendapatan kekayaan negara dipisahkan, dan pendapatan BLU.
“Aktivitas ekonomi domestik tentu dari sisi konsumsi masih cukup baik. Investasi juga mulai membaik. Tapi ekspor dari eksternal, serta impor mengalami kontraksi yang harus kita waspadai," ujarnya.
Sri Mulyani berharap, kinerja APBN 2023 tetap sesuai rencana dan akan memberikan kepercayaan bagi pemerintah untuk menjaga ekonomi dan manajemen kebijakan makro maupun arah kebijakan APBN.
"Ini yang menjadi salah satu anchor atau jangkar stabilitas yang memang dilihat oleh banyak sekali investor terhadap perekonomian kita,” kata Menkeu.