Strategi Anies, Ganjar dan Prabowo Tingkatkan Penerimaan Pajak RI

 Zahwa Madjid
Oleh Zahwa Madjid - Ferrika Lukmana Sari
12 Januari 2024, 15:19
Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan), capres nomor urut dua Prabowo Subianto (kiri), dan capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo beradu gagasan dalam debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Debat kali ini bertemakan
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan), capres nomor urut dua Prabowo Subianto (kiri), dan capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo beradu gagasan dalam debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Debat kali ini bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Masing-masing calon presiden memiliki visi dan misi tersendiri dalam memajukan dan memberikan perubahan terhadap Indonesia dalam lima tahun ke depan. Tak terkecuali, dalam upaya meningkatkan penerimaan negara melalui pajak.

Mereka memiliki beragam program pajak yang sudah dirancang jika terpilih menjadi presiden nanti. Secara umum, mereka berkeinginan untuk memperkuat reformasi pajak baik dari sisi administrasi maupun kebijakan.

Dengan strategi tersebut, diharapkan penerimaan pajak bisa naik dan menopang pembangunan nasional. Hal ini juga sekaligus untuk meningkatkan rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB).

Anies Baswedan

Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan misalnya, menargetkan rasio pajak dari 10,4% pada 2022 menjadi 13,0%-16,0% pada 2029. Salah satunya, melalui sistem kadaster fiskal.

Fiscal cadaster merupakan sistem administrasi terkait informasi detail yang berisi kepentingan atas tanah seperti batasan, tanggung jawab dalam bentuk uraian geometrik dan daftar program di suatu pemerintah.

Melalui sistem ini, akan memetakan lahan secara jelas serta untuk memperbarui data obyek pajak. Untuk itu, Anies mendorong sistem fiscal cadaster melalui sensus ulang untuk mengindentifikasi obyek-obyek pajak yang terlewat.

Misalnya, petugas pajak akan menyusuri jalan di Gatot Subroto Jakarta untuk melihat obyek-obyek pajak tersebut.

"Kemudian melihat siapa saja yang ada di situ kegiatannya apa. Dan itu kemudian didata ulang sehingga membuat kita punya data terbaru tentang perekonomian di situ, bangunan yang ada di situ, yang mungkin terlewatkan," kata Anies dalam acara Dialog Bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Kamis (11/1).

Kemudian membentuk badan penerimaan negara di bawah presiden secara langsung. Sehingga lembaga ini akan terpisah dari Kementerian Keuangan. “Ini terpisah dari kegiatan treasury. Treasury dikelola sendiri, penerimaan dikelola sendiri,” ujarnya.

Kedua, melakukan modernisasi sistem digital untuk memudahkan proses pembayaran pajak. Sistem-sistem tersebut membuat tata kelola bisa dipertanggungjawabkan dan intervensi pribadi tidak bisa masuk sistem.

“Dengan begitu, semua akan mendapat equal treatment yang dapat disampaikan, yang tidak bayar lolos, yang sudah bayar dikejar-kejar. Itu salah satu lubang yang kita perbaiki bersama. Kemudian dilakukan proses memudahkan pembayaran pajak. Justru jangan dipersulit,” katanya.

Prabowo Subianto

Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto menyampaikan, bahwa pihaknya akan memaksimalkan penerimaan pajak, dengan melakukan komputerisasi, digitalisasi, efisiensi dan transparansi penerimaan pajak.

Maka dari itu, dia akan memisahkan badan penerimaan pajak dan pengelolaan kekayan negara dengan kementerian keuangan. Saat ini, Direktorat Jenderal Pajak masih berada dalam naungan Kementerian Keuangan.

“Kami akan pisahkan badan penerimaan sendiri agar efisiensi, Kemenkeu tidak perlu mengurusi itu, kita mengurangi kebocoran [pajak] jadi lebih efisiensi,” ujar Prabowo dalam Dialog Bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Jumat (12/1).

Dengan pemisahan badan penerimaan perpajakan dengan kementerian keuangan, diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara hingga 5%-6%. Ia pun membandingkan dengan beberapa negara tetangga lainnya.

“Penerimaan perpajakan dan lain-lainnya, kita masih sekitar 12%. Thailand dan Vietnam, tetangga kita sudah 16%-18%. Saya tanya, apa sih beda kita? If they can do it we can also do it, harus ada political will untuk sama dengan mereka,” ujar Prabowo.

Maka dari itu, program komputerisasi, digitalisasi, efisiensi dan transparansi penerimaan dinilai menjadi sangat penting. Agar tidak terjadi penggelapan pajak dan mendorong pertumbuhan ekonomi serta memacu investasi.

Ganjar Pranowo

Sementara calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo justru memilih intensifikasi dan ekstensifikasi menjadi cara untuk menambah penerimaan pajak di tanah air. Ia mengatakan, dengan kebijakan tersebut, rasio pajak terhadap PDB dapat meningkat.

Ekstensifikasi pajak yang dimaksud adalah penambahan jumlah pajak baru. Seperti pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk menambah penerimaan.

Adapun intensifikasi melalui optimalisasi pajak bagi wajib pajak yang tidak bayar pajak. Hal ini untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.

“Ekstensifikasi dan intensifikasi. Intensifikasi itu optimalisasi bukan memeras, beda loh ini,” ujar Ganjar dalam acara Dialog Bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Kamis (11/1).

Selain intensifikasi dan ekstensifikasi, penegakkan hukum juga menjadi sangat penting dalam meningkatkan penerimaan pajak. Ia menyinggung adanya isu di lembaga perpajakan yang pernah terjadi sebelumnya. Seperti banyaknya pegawai di kementerian penerimaan negara yang memiliki motor gede (moge).

“Cerita-cerita yang tidak enak ini, menyebabkan distruest di masyarakat pak. Musti dibereskan. Nanti ada kelembagaannya kita atur pak,” ujar Ganjar.

Reporter: Zahwa Madjid

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...