Ekonomi Global Dibayangi Perlambatan, Bagaimana Nasib RI?

Ferrika Lukmana Sari
18 Januari 2024, 06:18
ekonomi
ANTARA FOTO/Maulana Surya/nym.
Pengunjung melihat produk kerajinan seni yang dipasarkan dalam Solo Art Market di Solo, Jawa Tengah, Minggu (31/12/2023). Pasar produk ekonomi kreatif yang digelar setiap dua pekan tersebut diikuti 155 pelaku komunitas kreatif dan menjadi salah satu daya tarik wisatawan yang berkunjung di Kota Solo pada saat liburan akhir tahun.

"Pola dasar kelompok G1 mewakili serangkaian ekonomi negara yang relatif seimbang tetapi di bawah rata-rata global dari sisi kualitas pertumbuhannya," ujarnya.

Meski di bawah rata-rata global, kelompok negara ini memiliki skor yang merata untuk pilar inovatif, inklusifitas, keberlanjutan dan ketahanan. Bahkan hampir setara dengan rata-rata global dalam hal pilar keberlanjutan.

Adapun skor ini untuk melihat kerangka kerja pertumbuhan masa depan di suatu negara. Laporan WEF fokus pada evaluasi kualitas pertumbuhan dan keseimbangan antara berbagai prioritas.

Berdasarkan laporan WEF, skor inovasi, inklusifitas, keberlanjutan dan ketahanan Indonesia untuk periode tahun 2.000 sampai 2.023 tidak sampai 60 dari 100. Terdiri skor inovasi 44.6, inklusivitas 50,4, keberlanjutan 45,1 dan ketahanan 57,9.

"Negara berpendapatan menengah atas, menampilkan penekanan lebih tinggi dari sisi inklusifitas dan ketahanan. Ruang itu untuk meningkatkan keberlanjutan dan inovasi," kata dia.

Sementara jika melihat secara global, skor inovasi global terendah 45,2 dari 100. Inklusifitas global terendah 55,9 dari 100. Lalu skor keberlanjutan dan ketahanan global terendah masing-masing sebesar 46,8 dan 52,8.

Ketahanan Indonesia Lampaui Global

Dengan begitu, skor ketahanan Indonesia lebih tinggi dari rata-rata global. Saadi menyebut, pilar ketahanan menunjukkan bagaimana negara tersebut bisa memperkuat dan mempersiapkan sistem keuangan yang memadai.

"Sebagian besar negara membutuhan persiapan yang lebih baik dan proaktif dalam hal investasi. Salah satunya juga melihat perubahan demografi," kata Saadi.

Sebaliknya, laporan tersebut menyinggung Indonesia bersama kelompok G1 yang kurang mengalokasikan anggaran atau investasi dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Kemudian kurangnya pengembangan inovasi hijau dan energi terbarukan.

Walau begitu, ketersediaan pangan dan komoditas negara ini relatif terdiversifikasi dengan baik, namun konsentrasi produk ekspor masih rendah dan terlalu bergantung dengan pekerja berusia produktif.

Sementara dari segi inovasi, Indonesia bersama kelompok G1 masih jauh dari rata-rata perekonomian global. Salah satunya, dari kurangnya alokasi biaya untuk penelitian dan pengembangan.

Namun jika dibandingkan kelompok negara G2 seperti Argentina, Algeria, Tunisia dan Afrika Selatan, Indonesia disebut memiliki jaringan seluler, infrastruktur transportasi, keamanan siber yang lebih baik. Lalu anggaran teknologi informasi dan kualitas regulasi yang lebih solid.

Halaman:
Reporter: Ferrika Lukmana Sari
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...