BPK Soroti Dana FLPP Tapera Tidak Tepat Sasaran, Capai Rp 26 M di 2022

Ferrika Lukmana Sari
3 Juni 2024, 15:55
Tapera
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.
Foto udara sebuah kompleks perumahan yang sedang dibangun di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (3/4/2023). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyiapkan sebanyak 230 ribu unit rumah subsidi dengan total anggaran sebesar Rp30,38 triliun pada 2023 yang disalurkan melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), dan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Button AI Summarize

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan masalah dalam penyaluran dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang dikelola oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dan instansi terkait pada semester I 2022.

Menurut laporan BPK, penyaluran dana FLPP senilai Rp 26,24 miliar untuk 256 debitur dinilai tidak tepat sasaran dan penggunaan quick response code (QRC) pada rumah hasil pembiayaan dana FLPP juga belum optimal

"Permasalahan tersebut mengakibatkan tujuan penyaluran dana FLPP kepada 256 debitur sebesar Rp 26,24 miliar tidak tercapai dan tidak dapat dimanfaatkan oleh pihak yang berhak," tulis BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2022 dikutip Senin (3/6).

Selain itu, QRC juga belum dapat digunakan sebagai alat untuk monitoring dalam memastikan ketepatan sasaran pemanfaatan rumah hasil pembiayaan dana FLPP tersebut.

Untuk itu, BPK memerintahkan Direktur Penyaluran FLPP untuk memutakhirkan regulasi terkait definisi penghasilan dalam penentuan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan menyusun mekanisme verifikasi atas ketepatan perhitungan batasan penghasilan.

Selain itu, BPK meminta penyusunan rencana pengembangan dan implementasi QRC serta berkoordinasi dengan bank penyalur dalam mengawasi ketepatan sasaran pemanfaatan rumah hasil pembiayaan Dana FLPP.

Penanganan Debitur Meninggal Dunia

Selain itu, BPK juga menyoroti penanganan penyelesaian kredit FLPP terhadap 5.679 debitur yang telah meninggal dunia dan masih memiliki saldo outstanding pokok kredit per Oktober 2022 sebesar Rp 225,52 miliar.

Menurut BPK, penyelesain kredit FLPP tersebut tidak sesuai ketentuan, karena bank penyalur belum mengajukan klaim asuransi jiwa atas debitur yang telah meninggal dunia tersebut.

Selain itu, terdapat nominal sisa outstanding pokok kepada 2.877 debitur berbeda antara BP Tapera dengan bank penyalur, 176 klaim polis asuransi yang telah dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada bank penyalur yang belum disetorkan kepada BP Tapera.

"Hal ini mengakibatkan keterlambatan bank penyalur melaporkan pengembalian sisa pokok dana FLPP dari penyelesaian kredit belum dikenakan denda," tulis BPK.

Bahkan, permasalah ini telah menyebabkan pengembalian pokok dana FLPP berkurang yang seharusnya dapat disalurkan kembali kepada MBR sebesar Rp 225,52 miliar serta kekurangan pengenaan denda minimal sebesar Rp 5,47 miliar.

Untuk itu, BPK merekomendasikan agar Komisioner BP Tapera memerintahkan Direktur Tresuri dan Investasi untuk meminta bank penyalur menyelesaikan kredit 5.679 debitur yang telah meninggal dunia dengan saldo Rp 225,52 miliar dan menyetorkan sisa pokok outstanding ke rekening dana kelolaan FLPP.

Tak hanya itu, BPK juga mengenakan denda minimal sebesar Rp 5,47 miliar sesuai ketentuan kepada bank penyalur yang tidak melaporkan penyelesaian kredit sesuai kondisi nyata kepada BP Tapera.

Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan atas pengelolaan dana FLPP mengungkapkan 3 temuan yang memuat 6 permasalahan. Permasalahan ini meliputi 3 kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI), 2 ketidakpatuhan sebesar Rp 230,99 miliar, dan 1 permasalahan 3E (efisiensi, efektivitas dan ekonomi).

Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...