Neraca Perdagangan RI Surplus US$ 2,93 Miliar Ditopang Sektor Nonmigas

Ferrika Lukmana Sari
19 Juni 2024, 18:49
Truk trailer melintas di lapangan penumpukan kontainer, Terminal Petikemas Surabaya, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (17/5/2024). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan barang Indonesia mengalami surplus selama 4 tahu
ANTARA FOTO/Didik Suhartono/rwa.
Truk trailer melintas di lapangan penumpukan kontainer, Terminal Petikemas Surabaya, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (17/5/2024). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan barang Indonesia mengalami surplus selama 4 tahun berturut-turut dengan nilai kumulatif sebesar 157,21 miliar dolar AS sejak Mei 2020 dengan rincian komponen migas mengalami defisit sebesar 66,93 miliar dolar AS dan nonmigas surplus 224,15 miliar dolar AS.
Button AI Summarize

Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus selama 49 bulan beruntun sejak Mei 2020. Nilai surplus perdangan Indonesia mencapai US$ 2,93 miliar pada Mei 2024.

Nilai itu turun dibandingkan surplus neraca perdagangan pada April 2024 sebesar US$ 3,56 miliar. Secara tahunan, juga turun 25,63% dibandingkan surplus perdagangan April 2023 sebesar US$ 3,94 miliar.

Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah menjelasakan perolehan surplus dari keuntungan transaksi perdagangan nonmigas yang mencapai US$ 4,26 miliar dikurangi defisit transaksi perdagangan migas sebesar US$ 1,33 miliar.

Sementara secara kumulatif, surplus perdagangan mencapai US$ 13,06 miliar pada periode Januari - Mei 2024. "Sektor migas mengalami defisit US$ 8,07 miliar, namun masih terjadi surplus pada sektor nonmigas US$ 21,13 miliar sehingga total surplus US$ 13,06 miliar," ujarnya.

Dia menyebut, tiga negara penyumbang surplus nonmigas terbesar pada Mei 2024 yakni India sebesar US$ 1,5 miliar, Amerika Serikat US$ 1,2 miliar, serta Jepang sebanyak US$ 742 juta.

Sedangkan tiga negara penyumbang defisit neraca perdagangan tertinggi yaitu Cina sebesar US$ 1,3 miliar, Australia US$ 539 juta, serta Thailand US$ 320 juta.

Sebelumnya BPS menyebut nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 22,33 miliar atau naik 13,82% secara bulanan didominasi oleh kontribusi industri pengolahan nonmigas (manufaktur) yang menyumbang terhadap devisa sebesar U$ 20,9 miliar.

Sementara nilai impor mencapai US$ 19,40 miliar pada Mei 2024. Impor tersebut didominasi oleh pembelian bahan baku atau penolong sebesar US$ 14,1 miliar atau 72,6% dari total impor pada periode tersebut.

Tanggapan Menko Airlangga

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga menyebut, peningkatan ekspor nonmigas Indonesia didukung ekspor di sebagian besar negara tujuan utama, seperti Cina, AS, Jepang, ASEAN dan Uni Eropa.

Menurut Airlangga, kenaikan aktivitas manufaktur beberapa mitra dagang utama Indonesia mengindikasikan bertambahnya daya serap atas produk ekspor Indonesia. Hal ini tercermin dari peningkatan aktivitas PMI manufaktur Cina, AS, ASEAN dan Uni Eropa.

Dari sepuluh komoditas dengan nilai ekspor nonmigas terbesar, hampir semua komoditas mengalami peningkatan, dengan peningkatan terbesar pada mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya sebesar US$ 263,6 juta (naik 26,66%).

"Sementara yang mengalami penurunan hanya lemak dan minyak hewani/ nabati sebesar US$ 268,0 juta (turun 14,32%) pada Mei 2024," kata Airlangga.

Menurut sektor, kinerja ekspor sektor industri Pengolahan meningkat sebesar 16,40% secara bulanan (mtm), Pertambangan dan Lainnya meningkat 6,26%, Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan meningkat 32,45%, serta migas meningkat 5,12%.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari, Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...